Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Shohih Bukhori Hadits Ke 8 | Definisi Iman

Shohih Bukhori Hadits Ke 8 | Definisi Iman

Daftar Isi Artikel: Tampilkan

Shohih Bukhori Hadits Ke 8

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Iman merupakan pemberian dari Allah kepada hambanya yang sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya karena tak ada satupun di dalam kehidupan ini yang keluar dari kuasa dan kehendak Allah.

Pinterest

Sebagaimana telah disebutkan oleh syekh Nawawi Al Bantani di dalam kitab Qotrul Goits yang pembahasannya telah kami sampaikan pada label tauhid, bahwa iman adalah rizki yang terbesar yang diberikan Allah kepada hambanya dibandingkan dengan rizki yang dzhohir.

Maka sudah sewajibnya bagi seorang muslim untuk bersyukur kepada Allah atas ni'mat iman yang telah diberikan-Nya sehingga tidak termasuk kedalam golongan orang-orang kafir, namun bukan berarti kita memperolok dan menghina mereka yang non muslim, karena muslimnya seseorang yang berdasarkan garis keturunan tidaklah membuat orang tersebut mulia di sisi Allah.

Mulianya kedudukan seseorang di sisi Allah tergantung iman dan kafirnya seseorang adalah bagian dari kehendak Allah karena bukan manusia yang menentukan dari golongan mana ia terlahir, kemudian bagi tiap-tiap muslim yang mukalaf (berakal dan aqil baligh) juga diwajibkan untuk membenarkan di dalam hatinya tentang Allah Dzat yang Maha Tunggal, dengan berikhtiar mengenal asma', sifat dan af'al Allah karena iman itu bukan sekedar berucap tapi harus tumbuh di dalam hati, sebab jika seseorang mengaku iman tapi belum mengenal Allah, maka bukan hal yang mustahil bagi orang tersebut tergelincir ke dalam kekufuran.

Pada artikel kali ini sebenarnya bukan membahas tentang tauhid dengan panjang-lebar meskipun tauhid merupakan tindak lanjut dari iman. Yang menjadi pokok bahasan kali ini adalah hadits ke delapan di dalam kitab Shohih Bukhori tentang iman.

Lalu apa itu iman?

Definisi Iman Menurut Bahasa (Lugoh).

Secara bahasa iman berasal dari kata Al Amnu yang artinya rasa aman. Jadi, seseorang yang beriman itu akan aman dari siksa Allah dan seseorang yang beriman itu akan memberikan rasa aman kepada orang lain dari keburukan-keburukan yang dilakukan oleh lisan dan perbuatan.

Kemudian secara bahasa iman juga berarti At Tasdiq yang artinya kepercayaan. Jadi, seseorang yang beriman itu akan membenarkan di dalam hatinya dan percaya akan keberadaan Allah sebagai tuhan yang wajib disembah.


Definisi Iman Menurut Istilah Syar'i

Adapun pengertian iman menurut istilah syari'at yaitu persaksian yakni ketika seseorang membenarkan di dalam hatinya kemudian berucap dengan lisannya, bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhamad utusan Allah kemudian mengamalkan dengan perbuatan yakni mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah melalu Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam.


Perbedaan Pendapat Tentang Definisi Iman.

Di dalam pemahaman Ahlu Sunnah wal Jama'ah iman itu keyakinan di dalam hati kemudian mengucap dengan lisan yakni mengucap dua kalimah syahadat dan perbuatan yang dilakukan oleh anggota tubuh.

Berbeda pendapat dengan golongan Murji'ah, bahwa iman adalah keyakinan di dalam hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan menurut golongan Mu'tazillah iman adalah keyakinan di dalam hati, perkataan dengan mengucap dua kalimah syahadat dan perbuatan.

Adapun perbedaan antara golongan Ahlu Sunnah wal Jama'ah dengan golongan Mu'tazillah yaitu, bagi Ahlu Sunnah iman pada seseorang itu bisa bertambah dan berkurang, sedangkan menurut golongan mu'tazillah bahwa iman seseorang itu tidak bisa berkurang dan tidak akan bertambah.

Berkurang dan bertambahnya iman seseorang menurut Ahlu Sunnah wal Jama'ah yaitu berdasarkan hadits Nabi yang menyebutkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Menurut kaul Ulama ahlu sunnah, bahwa iman itu bukan sekedar pengakuan tapi juga harus disertai perbuatan karena seseorang yang mengaku beriman tapi tidak melaksanakan syari'at adalah orang yang fasik. Di dalam fiqih munakahat orang yang fasik diharamkan menjadi saksi di dalam akad pernikahan.

Perbuatan seseorang di dalam melaksanakan ibadah adalah sebab bertambahnya iman, sedangkan kurangnya perbuatan seseorang di dalam melaksanakan ibadah adalah sebab berkurangnya iman.

Jadi, apa yang dikatakan oleh golongan Mu'tazillah yang berpendapat bahwa iman itu tidak bisa bertambah maupun berkurang itu kurang tepat, karena hanya pada Malaikatlah kedudukan iman itu tidak bertambah dan berkurang dan juga tidak dibenarkan bahwa iman itu hanya cukup dengan sekedar pengakuan seperti yang disebutkan oleh golongan Murji'ah.


Perbedaan Kedudukan Iman Bagi Tiap-tiap Makhluk.

Ulama menyebutkan bahwa bagi tiap-tiap makhluk itu berbeda-beda kedudukan imannya dengan membagi kedalam tiga golongan yaitu imannya para Malaikat, imannya para Nabi dan Rosul dan yang ke tiga imannya manusia dan jin.

Bagi para malaikat, Allah tidak memberikan kepada mereka syahwat baik syahwat yang berupa maksiat maupun syahwat di dalam ibadah. Bagi mereka melaksanakan perintah Allah adalah satu-satunya alasan mereka di dalam beribadah, sehingga sedikitpun tak ada maksud lain selain melaksanakan perintah dan mustahil bagi mereka mengingkari apa yang Allah perintahkan.

Golongan yang ke dua yaitu imannya para Nabi dan Rosul yang tidak berkurang tapi bisa bertambah karena tak ada keraguan sedikitpun bagi mereka di dalam membenarkan dan meyakini keberadaan Allah beserta sifat dan Af'alnya, bahkan rasa kuatirpun tidak ada pada mereka karena mereka benar-benar mengenal Allah dengan ma'rifat yang sempurna.

Kemudian golongan yang ke tiga yaitu imannya manusia dan jin yang bisa bertambah dan berkurang karena bagi manusia dan jin memiliki kelemahan dalam mengendalikan syahwat sehingga beresiko terhadap goyahnya iman dan bisa berperilaku melebihi binatang jika syahwat benar-benar tidak bisa dikendalikan pada golongan ke tiga ini.


Allah yang Berhak Menilai Iman Seseorang

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa iman itu tak cukup dengan sekedar mengucap atau pengakuan tapi harus disertai perbuatan, maka bagi seseorang yang mengatakan iman tapi tidak melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya adalah termasuk ke dalam golongan orang-orang yang munafik dan fasik.

Kemudian juga tidak dibenarkan di dalam agama atas seseorang yang menuduh oranglain tidak beriman apalagi mengkafirkan seorang yang muslim seperti misalnya tidak sholat atau puasa atau orang yang melakukan perkara bid'ah.

Seorang muslim tidak dianggap murtad selama di hatinya membenarkan bahwa sholat itu wajib atau Allah itu adalah satu-satunya tuhan yang berhak disembah meski orang tersebut malas sholat.

Perkara iman adalah urusan hati bangsa sirri bahkan malaikat pun tidak tahu apa yang tersembunyi di dalam hati manusia karena hanya Allah lah yang tahu, maka jangan pernah menuduh orang lain tidak beriman ataupun kafir padahal jelas-jelas muslim, karena sesungguhnya yang menuduhlah yang tidak beriman karena su'udhzon dan tidak bisa menjaga lisannya dari perbuatan yang dibenci oleh Allah Ta'ala.

Urusan sholat tidak sholat pada seseorang adalah hak Allah untuk menilai dan memperlakukan orang tersebut. Adapun hak manusia kepada sesamanya adalah mengingatkan dan mendo'akan dalam rangka saling tolong menolong dalam kebaikan bukan menilai.

Seseorang yang mengaku umat Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam tapi tidak mengikuti apa yang diperintahkan dan apa yang dicontohkan oleh Beliau adalah termasuk orang munafik dan yang terparah adalah orang yang merasa dirinya benar dengan menolak mengikuti Ulama maka sesungguhnya dialah yang tersesat.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa tempatnya iman itu di dalam hati, maka ketika seseorang mengatakan bahwa dia telah beriman tetapi di dalam hatinya tidak membenarkan bahwa Allah satu-satunya tuhan yang berhak disembah, maka orang tersebut tidak termasuk orang yang beriman.

Begitu pula sebaliknya ketika seseorang mengatakan bahwa ada tuhan yang lain selain Allah tetapi di dalam hatinya hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya tuhan yang berhak disembah, maka orang tersebut tidak termasuk orang yang kufur.

Seperti halnya sahabat Amar bin Yasir yang disiksa dan dipaksa oleh orang-orang Quraisy untuk murtad sehingga beliau menyebut-nyebut Hubal nama berhala yang disembah oleh kaum Quraisy, akan tetapi di dalam hatinya beliau tetap meyakini Allah sebagai satu-satunya tuhan yang berhak disembah.

Sebagian sahabat menganggap Amar bin Yasir sebagai orang yang kufur, namun oleh Rosulullah anggapan tersebut ditepis dan mengatakan bahwa Amar bin Yasir masih beriman karena di dalam hatinya masih mengimani Allah dan Rosul-Nya.

Jadi, persaksian yang diucapkan secara lisan bukanlah penentu apakah seseorang itu beriman atau kufur karena letaknya iman itu di dalam hati dan hanya Allah yang tahu isi hati seseorang kemudian mengetahuinya Rosulullah terhadap isi hati Amar bin Yasir yaitu dari wahyu.


Taqwa Sebagai Tindak Lanjut Dari Iman

Di awal pembahasan hadits ke 8 tentang rukun Islam di dalam kitabnya Imam Bukhori menyebutkan hakikat taqwa yang merupakan tindak lanjut daripada iman yang tidak sekedar amaliyah hati, tapi juga dibutuhkan tindakan sebagai pembuktian dari apa yang ia persaksikan di hadapan Allah.

Maka berkata Asy Syekh Al Imam Al Hafidz Abu Abdillah Muhamad bin Isma'il bin Ibrohim bin Mughiroh Al Bukhori rohimahullahu Ta'ala, telah berkata Ibnu Umar (Abdullah bin Umar) rodhiyallahu ta'ala 'anhum; tidaklah sampai seorang hamba kepada hakikat taqwa sehingga dia meninggalkan apa yang (dirasakan) tidak enak yang ada di dalam dadanya.

Apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Umar sesuai dengan apa yang Rosulullah sampaikan kepada seorang sahabat yang bertanya apa arti dari ibadah seseorang jika takdirnya sudah tertulis di lauhul mahfudhz.

Nabi menjawab; kerjakan apa saja yang dirasakan enak oleh hatimu dan hindari apa yang dirasakan tidak enak oleh hatimu, dan pada hadits yang lain Rosulullah juga menyampaikan kepada umatnya untuk mengambil tindakan prefentif sebagai bentuk ihtiyat dari sebuah perkara meskipun pada perkara tersebut dinilai tidak ada apa-apanya yakni tidak berpengaruh apa-apa terhadap iman.

Takdir manusia memang sudah dituliskan oleh Allah di lauhul mahfuz dan menjadi rahasia Allah, akan tetapi Allah memberikan akal kepada manusia untuk berfikir dan bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil kemudian hati yang memilah dan memilih.

Pada tiap-tiap orang pada dasarnya menginginkan kebahagiaan dan keselamatan, maka pada keduanya harus diraih dengan jalan memilih. Allah tidak dzolim kepada hambanya karena Allah memberikan kebebasan kepada hambanya untuk memilih.

Apapun yang dipilih oleh seseorang ada konsekuensi yang akan kembali pada dirinya sendiri dan Allah tidak akan merasa diuntungkan atau dirugikan sedikitpun oleh kufurnya seseorang atau berimannya seseorang, tapi baik-buruk, untung-rugi akan kembali kepada orang tersebut.


Do'a Bagian Dari Iman

Bentuk ketaqwaan seorang hamba di dalam mengimani Allah sebagai satu-satunya tuhan yang haq disembah yaitu dengan berdo'a yang juga menjadi bagian dari tindak lanjut dari persaksian seseorang yang percaya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Iman itu percaya, maka ketika seorang hamba percaya kepada Allah dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, maka orang tersebut hanya akan meminta kepada Allah karena Allah sendiri yang memerintahkan kepada hambanya untuk berdo'a, maka berdo'a adalah bentuk keta'atan seseorang kepada Allah.


Islam Dibangun Atas Lima Azas.

حَدّثَنَا عُبَيْدُ اللهُ بنُ مُوسَى قَال اَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ اَبِي سُفْيَانَ عَنْ اِكْرِمَةَ بْنِ خَالِِدٍٍ عَنْ اِبنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ اَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاتِ وَالحَجِّ وَصَومِ رَمَضَانَ .

Telah menceritakan Kepada Kami Ubaidillah bin Musa dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Handhzolah bin Abu Sufyan dari Ikrimah bin Kholid dari Ibnu Umar (Abdullah bin Umar) rodhiyallahu 'anhum beliau berkata: "Islam dibangun diatas lima (azas) persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhamad utusan Allah, mendirikan sholat menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan."

Seseorang yang mengaku dirinya iman tak dipandang oleh Allah akan keimanannya kecuali orang tersebut mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah melalui Rosul-Nya diantaranya yaitu mengerjakan sholat, membayar zakat menunaikan haji bagi yang mampu dan berpuasa di bulan Ramadhan.


Hubungan Rukun Islam Dengan Iman

Korelasi antara rukun Islam dengan keimanan seseorang yaitu adanya pelaksanaan perintah dari Allah yang disampaikan melalui Rosulullah, karena ketika seseorang mengaku iman kepada Allah dan Rosulnya akan tetapi tidak mau mengerjakan apa yang diperintahkan maka orang tersebut belum bisa dikatakan beriman.

Dari kelima point yang disebutkan di dalam rukun Islam, point yang pertama yakni syahadat adalah syarat utama diterima atau tidaknya sholatnya seseorang, zakatnya seseorang, ibadah hajinya seseorang dan puasanya seseorang karena dari keempat rukun yang disebutkan tidak syah jika tidak adanya syarat persaksian yakni harus beragama islam dengan mengakui di dalam hatinya bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhamad utusan Allah.


Penutup

Rukun Islam adalah azas di dalam beragama yang penjelasannya dirinci dan diatur di dalam fiqih sedangkan untuk perkara iman diatur di dalam ilmu tashowuf untuk memantapkan hati ketika beribadah agar tidak tergelincir kedalam kekufuran.

Wallahu a'lam bishowab.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Shohih Bukhori Hadits Ke 8 | Definisi Iman "