Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Najis yang Dima'afkan dan Tidak Dima'afkan Didalam Sholat dan Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Najis yang Dima'afkan dan Tidak Dima'afkan Didalam Sholat dan Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Daftar Isi Artikel: Tampilkan

 بسم الله الرّحمن الرّحيم

Berkata syekh Zainudin Al Malibari rohimahullahu ta'ala di dalam kitab fathul mu'in:

ويعفى عن محلّ استجماره، وعن ونيم دباب، وبول وروث خفّاش في المكان، وكذا الثوب والبدان

Dan dimaafkan daripada tempat istinja dengan batunya seseorang, dan dimaafkan daripada tahi lalat, dan dimaafkan daripada kencing dan tahi kelelawar pada tempat sholat seperti pada tempat sholat yaitu pakaian yang dipakai sholat dan badannya.

وإن كثرت لعسر الإحتراز عنها، ويعفى عمّا جفّ من ذرق سائر الطّيور في المكان إذا امّت البلوى به
وقضية كلام (المجموع) العفو عنه في الثّوب والبدن ايض

Dan meskipun banyak oleh tahi lalat, kencing dan tahi kelelawar karena sulit menjaga daripadanya, dan dimaafkan dari apa yang kering oleh apa dari setinggalnya tahi burung pada tempat saja apabila merata oleh termusibahi dengan tahi burung, adapun kehendak pembahasan kitab Al Majmu' yaitu dimaafkan daripada tahi burung itu pada baju dan juga badan.

ولا يعفى عن بعر الفأر ولو يابسا على الاوجه، لكن افتى شيخنا ابن زياد كبعض المتأخّرين بالعفو عنه إذا عمّت البلوى به، كعمومها في ذرق الطّيور

Dan tidak dimaafkan daripada tahi tikus meskipun ia itu kering atas kaul mu'tamad, akan tetapi telah berfatwa oleh guru kami Ibnu Ziyad sebagaimana sebagian daripada ulama muta-akhirin dengan dimaafkan daripada tahi tikus apabila merata oleh termusibahi dengannya, seperti umum termusibahinya pada tahi burung.

Najis yang Dimaafkan Setelah Istinja Menggunakan Batu

Selain menggunakan air, bersuci juga diperbolehkan menggunakan batu, dan seperti kita tahu bahwa bersuci menggunakan batu tidak sebersih menggunakan air, sehingga bukan hal yang tidak mungkin bila masih tercium bau atau bahkan masih ada sedikit noda yang menempel.

Di sini mu'alif hanya menyoroti hukum jika seandainya masih ada sisa kotoran yang masih menempel pada tempat istinja yakni dubur meski sudah bersihkan menggunakan batu, maka kotoran yang sedikit yang menempel di dubur itu termasuk najis yang dima'afkan.

Artinya dalam pandangan fiqih sholatnya orang yang sehabis istinja menggunakan batu itu masih syah sholatnya jika memang adanya kesulitan di dalam mendapatkan air yang bisa digunakan untuk istinja. Dalam kasus ini berarti orang tersebut bersuci dengan tayamum bukan dengan wudhu karena tidak adanya air.

Najis yang dima'afkan bagi orang yang sehabis beristinja menggunakan batu ini berlaku bagi dia sendiri, artinya ketika sholat bersama oranglain seperti digendongnya dia oleh oranglain ketika thowaf atau sholat maka orang yang menggendongnya tidak syah sholat dan thowafnya.


Najis yang Dimaa'fkan Pada Kotoran Lalat

Najis yang dima'afkan yang berikutnya yang disebutkan oleh mu'alif yaitu najis pada kotoran lalat meski lalat tersebut banyak berterbangan kemudian hinggap pada pakaian kita ketika kita sedang sholat, maka dianggap najis yang dimaafkan menurut pandangan fiqih.

Dimaafkannya najis pada kotoran lalat meskipun ia itu banyak adalah karena sulitnya menghindari diri kita dari lalat yang hinggap di tubuh kita ketika sholat meskipun seandainya najisnya itu terlihat oleh pandangan mata, maka tetap dimaafkan menurut kaul yang mu'tamad.


Najis yang Dima'afkan Pada Kencing dan Kotoran Kelelawar

Selain kotoran lalat yang dianggap najis yang dima'afkan, maka kencing dan kotoran kelelawar juga dianggap najis yang dima'afkan dengan sebab sulitnya menjaga agar tidak terkena najis.

Dima'afkannya kencing dan kotoran kelelawar ini adalah pada tempat yang kita gunakan untuk sholat karena termusibahi artinya pada suatu tempat yang memang tidak bisa dihindari dari banyaknya kelelawar yang berterbangan kemudian tempat tersebut dikencingi dan banyaknya kotoran kelelawar, maka menurut pandangan fiqih dianggap najis yang dima'afkan.

Menurut pendapatnya imam Ibnu Hajar Al Haitami di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, bahwa dimaafkannya najis pada kencing dan kotora kelelawar itu pada tempat dan pakaian juga badan, baik kering maupun basah.


Najis yang Dimaafkan Pada Kotoran Burung

Najis yang dimaafkan yang selanjutnya yaitu kotoran burung, namun dimaafkannya najis kotoran burung ini hanya pada tempat saja, bukan pada pakaian atau tubuh dan tidak mutlak, karena jika kotoran burung tersebut basah maka tidak dimaafkan, jika kotoran burung itu kering tapi anggota tubuh kita basah ketika menyentuhnya juga tidak dima'afkan, kemudian jika bukan karena sulitnya menghindar agar tempat yang kita gunakan untuk sholat itu terbebas dari kotoran burung, maka tidak dimaafkan.

Menurut pendapat imam Nawawi di dalam kitab Al Majmu', bahwa dimaafkannya kotoran burung ini pada tempat juga pada pakaian dan badan, namun menurut pendapat yang mu'tamad bahwa kotoran burung itu dimaafkan hanya pada tempat sholat saja tidak termasuk pakaian dan badan.


Najis yang Tidak Dima'afkan Pada Kotoran Tikus

Menurut pendapat ulama yang mu'tamad bahwa najis kotoran tikus pada tempat, badan, maupun pakain ketika sholat itu tidak dima'afkan, baik kering maupun basah.

Namun menurut pendapatnya Ibnu Ziyad dan sebagian ulama muta-akhirin mengatakan bahwa dima'afkan kotoran tikus pada tempat sholat jika memang termusibahi seperti kasusnya kotoran burung artinya najis tersebut dima'afkan karena sulit menjaga agar tempat sholat suci dari kotoran tikus karena wabah, banyak tikus di mana-mana, jika selain alasan tersebut maka tidak dima'afkan.

Dan seperti yang sudah kami sampaikan pada artikel yang lain, bahwa najis kotoran tikus hanya dimaafkan pada air yakni pada bak tempat air wudhu dengan sebab termusibahi.

Kemudian mu'alif juga berkata:

ولا تصح صلاة من حمل مستجمرا، او حيوانا بمنفذه نجس، او مذكّى غسل مذبحه دون جوفه، او ميتا طاهرا، كادميّ وسمك لم يغسل باطنه، او بيضة مذرة في باطنها

Dan tidak syah sholatnya orang yang menggendong orang yang beristinja menggunakan batu, atau membawa hewan yang pada lubang duburnya hewan itu ada najisnya, atau membawa hewan yang akan disembelih yang telah dicuci bagian yang disembelihnya tapi tidak bagian dalamnya, atau bangkai yang suci seperti manusia, dan ikan yang tidak dicuci bagian dalamnya, atau membawa telur yang busuk yang di dalamnya ada darah.

ولا صلاةقابض طرف متّصل بنجس، وإن لم يتحرّك بحركته

Dan tidak syah sholatnya orang yang mengenggam tali yang bertemu dengan najis meskipun tidak bergerak-gerak tali itu dengan gerakannya.


Membawa Najis Didalam Sholat

Seperti yang disebutkan di atas bahwa orang yang istinja menggunakan batu itu najisnya dima'afkan ketika ia sholat, namun itu berlaku hanya bagi dirinya sendiri tidak berlaku ketika dia ikut bersama oranglain yang sedang sholat.

Maksudnya ketika ada orang yang beristinja menggunakan batu kemudian ia digendong atau sengaja menaiki tubuh orang yang sedang sholat agar digendongnya dia oleh orang yang sholat, maka sholatnya orang tersebut tidak syah karena menggendong najis.

Kemudian juga tidak syah orang yang sholat membawa binatang, karena seperti yang kita tahu pada duburnya binatang itu ada najisnya meski najis pada dubur binatang ada yang dimaafkan pada air, tapi tidak dimaafkan ketika binatang tersebut ikut di dalam sholat, seperti burung yang bertengger di pundaknya orang yang sedang sholat.

Atau binatang yang sudah disembelih dan sudah dibersihkan bagian lehernya yang berdarah itu, namun jeroannya tidak dikeluarkan maksudnya kotoron yang di dalam usus binatang tersebut tidak dibuang atau dibersihkan, maka tidak syah sholatnya seseorang jika membawa binatang itu ketika sholat.

Atau membawa jenazah, maksudnya menggendong jenazah atau seumpamanya oleh seseorang ketika sholat, maka tidak syah sholatnya orang tersebut karena tidak ada hajat bagi orang yang sholat menggendong jenazah.

Atau membawa ikan oleh seseorang di dalam sholatnya, yang mana ikan tersebut tidak dibuang kotorannya, maka sholatnya orang tersebut tidak syah.

Atau membawa telur busuk oleh seseorang di dalam sholatnya, maka sholatnya orang tersebut tidak syah karena pada telur yang busuk itu ada darahnya yang termasuk najis dalam pandangan fiqih.

Kemudian juga disebutkan bahwa tidak syah sholatnya orang yang mengaitkan tali di tubuhnya ketika sholat, yang mana tali tersebut terhubung dengan najis, meskipun tali tersebut tidak bergerak oleh gerakan sholat.

Seperti kabel mikrofon yang dipakai seorang imam yang mana pada kabel tersebut ada kotoran tikus atau cicak. Atau pada orang yang mengikatkan tambang pada kakinya ketika sholat, yang mana tambang tersebut terhubung kepada seekor kambing yang menginjak kotorannya.

Najis

Cabang Masalah Terkait Najis Didalam Sholat yang Berhubungan Dengan Perintah Menegakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Kemudian mu'alif juga menambahkan cabang permasalahan di dalam kitabnya:

فرع: لو رأى من يريد صلاة بثوبه نجس غير معفوّ، لزمه إعلامه

Cabang masalah: andai melihat seseorang akan oranglain yang hendak sholat dan pada pakaian orang itu ada najis yang tidak dimaafkan maka wajib baginya memberitahukan orang tersebut.

وكذا يلزمه تعليم من رآه يخلّ بواجب عبادة في رأي مقلّده

Dan yang seperti ini wajib padanya mengajarkan orang yang dilihatnya akan oranglain yang merusak kewajiban ibadahnya pada pendapat imam yang diikutinya.

Andai seseorang melihat oranglain yang hendak melaksanakan sholat kemudian pada pakaiannya ada najis yang tidak dimaafkan, maka wajib baginya memberitahukan orang yang hendak sholat tersebut.

Seperti misalnya memberitahukan orang yang lupa bahwa dirinya berhadats kemudian menganggap masih punya wudhu, atau memberitahukan oranglain bahwa auratnya terlihat ketika sholat dan sebagainya, maka hukum memberitahukannya adalah wajib.

Memberitahukan kepada oranglain ketika kita melihat sholatnya orang tersebut akan rusak karena najis, maka hukumnya wajib. Karena salah satu syarat sholat yaitu sucinya badan, pakaian maupun maupun tempat, dan perbuatan tersebut termasuk perbuatan nahi munkar yang artinya mencegah kemunkaran.

Sebagaimana di dalam Al Qur-an Allah berfirman:

وَلۡتَكُنۡ مِّنۡكُمۡ اُمَّةٌ يَّدۡعُوۡنَ اِلَى الۡخَيۡرِ وَيَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ‌ؕ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ‏

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104)

Dari ayat di atas Allah memerintahkan kepada salah seorang dari segolongan umat untuk menyerukan kebaikan dengan menegakan amar ma'ruf nahi munkar yang artinya bahwa perintah tersebut hukumnya fardhu kifayah.


Apa itu amar ma'ruf nahi munkar?

Amar ma'ruf adalah perbuatan yang mengajak seseorang untuk berbuat kebaikan dengan akhlak, perilaku dan budipekerti yang luhur agar hukum adat tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Sedangkan nahi munkar adalah mencegah seseorang dari perbuatan yang dipandang tidak baik menurut akal sehat, norma adat dan norma agama, maka kaitannya dengan agama perbuatan yang munkar ini bisa saja menjadi dosa, tapi tidak setiap perbuatan yang munkar itu dihukumi dosa bagi pelakunya.

Seperti larangan seseorang kepada kepada bocah yang belum baligh yang sedang menenggak arak, maka pada bocah tersebut agama tidak menghukuminya dosa karena belum tertaklif oleh hukum syari'at. 

Namun perintah untuk melarangnya meminum arak adalah fardhu kifayah, dan perbuatan mencegah kemunkaran itu tidak harus berkaitan dengan perkara maksiat.

Begitupun kaitannya dengan sholat maka apabila kita melihat ada perkara yang membuat tidak terpenuhinya syarat syahnya sholat pada oranglain seperti melihat najis pada pakaiannya, atau melihat bahwa tadi sholatnya dia kelihatan auratnya, maka wajib bagi kita memberitahukannya.

Karena bila kita diam maka yang dosa itu kita sedangkan orang itu tetap syah sholatnya secara hukum karena alasan tidak tahu. Jika seandainya Allah tidak menerima sholatnya dia, maka kita juga ikut bertanggung jawab karena melihat kemunkaran tersebut dan membiarkannya, kecuali jika ada oranglain yang memberitahukannya kemudian dia mengulangi sholatnya, maka kitapun selamat.

Begitu juga memberitahukan kepada orang yang meninggalkan kewajiban di dalam ibadahnya seperti meninggalkan rukun-rukun di dalam wudhu maupun sholat yang sesuai dengan tuntunan fiqih dari madzhab yang diambilnya, maka wajib memberitahukan dia jika kita memang faham tentang perbedaan kaul ulama madzhab di dalam menetapkan hukum.


Penutup

Sampai disini penjelasan mu'alif tentang bab najis dari mulai macam-macam najis sampai najis yang dima'afkan dan yang tidak dimaafkan sudah selesai.

Untuk mengingatkan kembali bahasan tentang najis yang sudah kami susun berdasarkan kitab fathul mu'in, kitab yang mengambil banyak referensi kaul-kaul ulama bermadzhab Syafi'i yang bersumber dari Al Qur-an dan hadits, silahkan buka kategori atau label najis pada menu blog kami. Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bishowab.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Najis yang Dima'afkan dan Tidak Dima'afkan Didalam Sholat dan Perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar"