Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Definisi Syarat dan Penjelasan Lengkap Tentang Syarat Syahnya Sholat dan Wudhu

Definisi Syarat dan Penjelasan Lengkap Tentang Syarat Syahnya Sholat dan Wudhu

Daftar Isi Artikel: Tampilkan
بسم الله الرّحمن الرّحيم

Syarat-syarat sholat merupakan bagian dari rangkaian proses ibadah yang harus terpenuhi dan perlu diketahui oleh tiap-tiap Mukalaf agar ibadahnya tersebut memiliki nilai di sisi Allah sehingga tidak sia-sia. 

Kemudian syarat adalah termasuk hukum syara' yang mana di dalamnya berisi petunjuk pelaksanaannya yang disebut hukum syara' wadh'i yang harus ada dan dilaksanakan oleh tiap-tiap mukalaf sebelum atau ketika melaksanakan sholat.

Setiap mukalaf yakni muslim yang tertaklif yakni orang yang dibebankan untuk melaksanakan aturan hukum agama Islam wajib melaksanakan perintah Allah diantaranya adalah sholat dan perintah tersebut dinamakan hukum taklifi.

Lalu siapakah mukalaf itu?

Yang termasuk orang yang mukalaf adalah muslim yang berakal dan sudah baligh yang wajib melaksanakan semua perintah Allah, maka tidak wajib bagi anak kecil melaksanakan taklif dari Allah, akan tetapi wajib bagi orangtuanya memperkenalkan syari'at Islam sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya.

Di dalam kitab Fathul Mu'in penjelasan tentang sholat diperinci dari mulai syarat sholat yaitu suci dari hadas dan junub yang di dalamnya ada wudhu, mandi dan tayamum yang nantinya insya Allah akan kami sampaikan satu persatu sesuai apa yang telah ditulis oleh Mualif.


Definisi Syarat

Syarat menurut bahasa adalah tanda. jadi apa-apa yang menjadi tanda dari suatu perkara itu syarat menurut bahasa.

Sedangkan menurut terminologi agama yakni menurut istilah adalah sesuatu yang menjadi ketergantungan/penentu syah tidaknya sholat. 

Syah atau tidaknya sholat tergantung pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat sholat dan syarat bukanlah bagian di dalam sholat (rukun), namun syarat-syarat sholat lebih didahulukan pembahasannya dibandingkan rukun sholat alasannya adalah :

  1. Karena syarat lebih utama.
  2. Karena syarat adalah sesuatu yang wajib dilakukan terlebih dahulu sebelum sholat dan dilakukan terus-menerus sampai sholat itu selesai.

Jadi syarat-syarat sholat itu harus terlebih dahulu ada dan terpenuhi sebelum melaksanakan sholat dan harus senantiasa ada di dalam sholat. Seperti wudhu yang harus ada yakni tidak batal sebelum sholat dan ketika berlangsungnya sholat hingga selesai.

Kitab fathul mu'in
Pinterest


Syarat-syarat Sholat

Adapun syarat-syarat sholat itu ada lima diantaranya adalah :

  1. Suci dari hadats dan junub.
  2. Harus suci dari najis.
  3. Menutupi aurat dalam keadaan mampu.
  4. Mengetahui masuknya waktu.
  5. Menghadap qiblat.

1. Suci dari hadats dan junub

Pengertian suci (thoharoh) secara bahasa adalah bersih dari kotoran, sedangkan menurut hukum syara’ adalah mengangkat penghalang yang tersusun dari hadats dan najis, maka yang pertama (dibahas) dalam bersuci dari hadats adalah dengan berwudhu. 

Lalu apa itu hadats?

Sederhananya hadats adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memiliki wudhu yakni batal wudhunya bisa karena buang angin dan sebagainya yang menjadi sebab seseorang berhadats. Penjelasannya lengkapnya nanti pada artikel selanjutnya.

Pengertian wudhu secara bahasa jika huruf waunya didhomah    وُضُوء   maka artinya adalah menggunakan air pada anggota tubuh secara khusus yang dibuka (diawali) dengan niat dan tempatnya niat adalah hati (diucapkannya niat didalam hati yaitu pada saat membasuh muka).

Dan jika huruf waunya difatah   وَضَأ  maka artinya adalah sesuatu yang digunakan untuk berwudhu yakni air.

Pertamakali diwajibkannya berwudhu (oleh Allah S.W.T.) adalah bersamaan dengan diwajibkannya sholat lima waktu yaitu pada malam diisro’kan dan dimi’rajkannya Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam. 


Bersuci Menurut Pandangan Tashowuf

Kemudian bersucinya menurut pandangan tashowuf bukan sekedar sucinya badan dari kotoran yang sifatnya dhzohir (tertangkap oleh fungsi indrawi) tapi juga qolbu yang suci dari berbagai penyakit hati seperti iri, dengki, hasad dan sebagainya sehingga bagi mereka para ahli tashowuf dawam wudhu merupakan hal yang wajib meski bukan dalam rangka untuk melaksanakan sholat.

Maka ketika terbersit suatu penyakit di dalam qolbu mereka para ahli tashowuf, mereka menganggap berhadats yakni sesuatu yang membatalkan wudhu dan untuk mensucikannya yaitu dengan berwudhu, sebagaimana telah diperintahkan oleh Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam, bahwa ketika seseorang marah, maka berwudhulah.


Hukum Berwudhu

Seperti yang disebutkan diatas bahwa syarat syahnya sholat yaitu harus suci dari hadats dan junub, maka untuk suci dari hadats seseorang harus memiliki wudhu atau dalam keadaan tidak batal wudhunya.

Jika berbicara tentang hukum wudhu, maka hukum wudhu ada empat diantaranya adalah :

  1. Fardhu. Diwajibkan wudhu jika hendak mengerjakan sholat atau semisalnya seperti thowaf, khutbah jum’at, membaca Al-qur’an dan lain-lain.
  2. Sunah. Ketika kita mau tajdid wudhu yakni berwudhu kembali saat mau sholat padahal wudhu sebelumnya belum batal meski waktu sholat sebelumnya sudah berlalu dan hukum sunah wudhu jumlahnya banyak bahkan ada yang diharuskan menurut pandangan ilmu tashowuf, dan masih banyak lagi wudhu-wudhu yang disunahkan yang pembahasannya terlalu panjang jika dimuat di dalam artikel ini.
  3. Makruh ketika kita kembali berwudhu padahal wudhu yang sebelumnya sebelum dipakai sholat dan belum batal menjadi makruh hukumnya meskipun niatnya untuk tajdid wudhu.
  4. Haram bagi wanita yang sedang haid.

Sebelum membahas tentang sunah, fardhu dan tatacara wudu, penting sekali untuk kita sebagai mukalaf mengetahui syarat-syarat wudhu sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa syarat itu harus terpenuhi agar ibadah kita syah secara hukum dan diterima oleh Allah.

Juga telah dijelaskan diatas bahwa untuk bersuci dari hadats seseorang harus wudhu dan alat bersuci yang digunakan ketika berwudhu adalah air, maka perlu diketahui air yang seperti apa yang diperbolehkan oleh syari'at yang digunakan untuk berwudhu.


Pembagian Air

Dan pada dasarnya air itu terbagi tiga :

  1. Air suci juga mensucikan terbagi dua bagian : pertama air suci juga mensucikan dan tidak makruh, kemudian yang kedua air suci juga mensucikan tetapi makruh seperti air musyamas.
  2. Air suci tapi tidak mensucikan, terbagi dua : pertama air musta’mal pada fardhu bersuci dengan aturannya, kemudian yang kedua air yang bercampur benda suci yang mudah larut.
  3. Air tidak suci dan tidak mensucikan, terbagi dua : pertama air yang sedikit (kurang dari dua kulah) terkena najis baik berubah ataupun tidak. Kemudian yang kedua air yang mencapai dua kulah terkena najis dan berubah baik rasa, warna dan aromanya.
Adapun syarat-sarat wudhu itu sama dengan syarat-syaratnya mandi yaitu ada lima :
  1. Menggunakan air mutlak.
  2. Adanya air yang mengalir pada anggota wudhu.
  3. Tidak ada benda yang merubah kemutlakan air pada anggota wudhu.
  4. Tidak ada penghalang antara air dengan anggota wudhu.
  5. Masuknya waktu bagi orang yang terus menerus berhadas (daimul hadas).

Air mutlak (air suci mensucikan). 

Tidak akan terangkat hadats dan hilangnya najis dan tidak akan menghasilkan dari perbuatan bersuci yang lainnya meski perbuatan tersebut hukumnya sunah kecuali menggunakan air mutlak. 

Jadi hadats akan terangkat/hilang ketika bersuci menggunakan air yang mutlak yakni air suci yang bisa mensucikan.

Apa itu air mutlak?

Dijelaskan oleh mu'alif di dalam kitabnya Fathul Mu'in, bahwa air mutlak adalah:

هو ما يقع عليه إسم الماء بلا قيد

Air mutlak adalah sesuatu yang jatuh atasnya oleh penamaan air dengan tanpa catatan apa-apa.

Jadi air mutlak itu air yang dzatiahnya atau nama dari air tersebut terlepas/berubah dimanapun ia ditempatkan, disebut qoid munfak bukan qoid lazim. 

Qoid lazim yaitu air yang dzatiah sifat/namanya tidak berubah seperti air kelapa meski berpindah wadah tapi penamaannya tetap air kelapa di manapun ia ditempatkan, di gelas, di teko, di baskom namanya tetap air kelapa. 

Berbeda dengan yang qoid munfak dia akan terlepas sifat/namanya ketika dipindahkan pada sebuah wadah seperti air sumur : di dalam ember disebut kobokan, di dalam vas disebut air jambangan, di dalam gelas disebut air minum, walaupun air tersebut hasil sulingan dari uap air yang digodog meski tak banyak, atau air yang di dalamnya larut sesuatu dan bercampur namun tidak merusak dzatiah airnya seperti air ledeng/air PAM.

Jadi air mutlak itu air yang jika ditempatkan pada suatu wadah penamaannya akan berubah (qoid munfak) bukan air yang penamaannya tidak berubah (qoid lazim) seperti air kopi dan sebagainya.

Lalu bagaimana dengan air laut, apakah termasuk air mutlak?

Sedangkan air yang diqoidkan dengan perkara yang disesuaikan dengan tempatnya seperti air laut meski asin tapi boleh digunakan untuk bersuci.

Lain halnya dengan sesuatu yang tidak disebut kecuali dengan diqoidkan seperti air mawar tidak termasuk air mutlak. 


Jenis-jenis Air Mutlak

Ada tujuh jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci yakni air mutlak diantaranya adalah:
  1. Air hujan.
  2. Air laut.
  3. Air sungai.
  4. Air sumur.
  5. Mata air.
  6. Air salju/es (dari hujan es).
  7. Air embun.

Pembahasan lanjut tentang air yang dibolehkan untuk bersuci dan yang tidak boleh digunakan untuk bersuci silahkan klik di sini.

Sedangkan untuk pembahasan lanjut tentang syarat-syarat wudhu silahkan klik di sini.


2. Suci Dari Najis yang Tidak Dimaafkan

Adapun syarat sholat yang kedua yaitu suci dari najis yang tidak dimaafkan. Yang dimaksud suci disini adalah sucinya badan, pakaian dan tempatnya.

Maka ketiga bagian yang disebutkan tadi harus suci dari najis ketika seseorang sholat agar syah sholatnya.

Berbicara tentang najis, maka ada empat jenis najis yang disebutkan di dalam fiqih :

  1. Najis yang tidak dimaafkan pada air juga pada solat yakni najis yang ada di badan, pakaian dan tempat ketika sholat, seperti contohnya air kencing.
  2. Najis yang dimaafkan pada air juga pada solat yakni najis yang ada di badan, pakaian dan tempat ketika sholat, seperti contohnya lalat yang hinggap dibadan ketika seseorang solat. Meski lalat tersebut membawa kotoran najis tapi menurut pandangan fiqih termasuk najis yang dimaafkan karena tak bisa dilihat dengan mata normal.
  3. Najis yang dimaafkan pada air yakni kaitannya dalam wudhu, tapi tidak dimaafkan pada sholat yakni najis yang ada di badan, pakaian dan tempat ketika sholat, seperti contohnya bangkai semut atau lalat dan sebagainya.
  4. Najis yang tidak dimaafkan pada air yakni kaitannya dalam wudhu, tapi dimaafkan dalam sholat yakni najis yang ada di badan, pakaian dan tempat ketika sholat, seperti contohnya darah pada koreng atau bisul.

Jadi, ketika ada najis yang tidak dimaafkan dalam sholat meski ia lupa, atau benar-benar tidak tahu jika ada najis pada pakaian misalnya, maka wajib mengulang sholatnya (i'adah).

Adapun bagian badan yang harus terbebas dari najis yaitu badan bagian luar, mulut, lubang hidung dan mata.

Di dalam wudhu, bagian bola mata tak termasuk bagian yang wajib dibasuh, tapi ketika ada najis, maka wajib dibersihkan dengan mencucinya dengan air begitu pula ketika sholat agar syah sholatnya.

Najis di sini bukan kotoran pada sudut mata karena membersihkan kotoran pada sudut mata menjadi bagian kesunahan dalam berwudhu dan dibersihkan dalam pelaksanaan wudhu, akan tetapi najis seperti air kencing yang seumpamanya terkena bola mata, maka wajib dibersihkan karena najis berat hukumnya karena tidak boleh tidak untuk dibersihkan.

Adapun pakaian yang harus terbebas dari najis yaitu baju, sarung atau celana termasuk celana dalam dan sorban termasuk tempat kita sholat harus suci dari najis seperti tempat menempelnya jidat dan telapak tangan ketika sujud, tempat yang kita injak ketika berdiri dan tempat yang kita duduki ketika duduk diantara dua sujud dan tahiyat.

Adapun sholat dengan adanya najis di hadapan atau disekitar kita ketika sholat adalah makruh dan sebaiknya perkara yang makruh itu jangan dikerjakan ketika beribadah artinya sebisa mungkin sholatlah di tempat yang bebas dari najis atau bersihkan najis pada tempat yang akan dijadikan tempat sholat.

Lalu bagaimana jika ada najis di atap ketika kita sholat di bawahnya?

Jika posisi atapnya jauh dari kepala maka tidak apa-apa terkecuali jika atapnya rendah bisa disundul oleh kepala atau diraih dengan mudah oleh tangan, maka tidak syah sholatnya.

Dalil diwajibkannya bebas dari najis ketika sholat yaitu dengan mengqiyas dari nash Al Qur-an surat Al Mudatsir ayat 4 yang menyebutkan:

"Dan sucikanlah pakaianmu."

Sedangkan hadits yang menjelaskan tentang suci dari najis ketika solat yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sayidatu A'isyah rodhiyallahu 'anha yang tertulis di dalam kitab sohih Bukhori dan shohih Muslim.


3. Menutupi warna aurat dalam keadaan mampu. 

Adapun syarat sholat yang selanjutnya yaitu menutupi aurat dengan rapih tanpa terlihat menembus kulit (transparan) dan tak terlihat lekuk tubuh yang mencolok seperti menggunakan pakaian yang ketat. Walaupun orang tersebut dalam keadaan sendirian atau dalam keadaan gelap gulita.

Akan tetapi jika memang sangat sulit menutupi aurat tersebut dikarenakan tidak adanya penutup yang layak untuk dipakai karena faktor pakaian yang kotor serta najis dan hanya satu-satunya melekat di badan pakaian yang dia punya, maka sholatlah meski dalam keadaan telanjang sebagaimana mestinya termasuk ruku dan sujudnya dan tanpa harus mengulang sholat ketika berada dalam kondisi tersedianya pakaian yang layak untuk menutup aurat. 

Pakaian untuk menutupi aurat haruslah suci, kemudian menutup aurat seharusnya tak hanya dalam melaksanakan sholat saja, bahkan diluar sholatpun hukum syara’ mewajibkan kita untuk menutup aurat dari pandangan oranglain meski dalam keadaan sendirian terkecuali untuk sesuatu yang memang tidak boleh tidak untuk membuka aurat seperti buang hajat dan sebagainya. Adapun melihat aurat pada diri sendiri hukumnya adalah makruh. 

Aurat untuk laki-laki diantaranya yaitu segala sesuatu yang ada antara pusarnya sampai pada lututnya. Begitupun bagi budak wanita (amat) batas auratnya sama seperti laki-laki. Aurat bagi perempuan yang merdeka (bukan budak) yaitu seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya. Baik punggung tangan atau telapak tangannya. 

Adapun aurat bagi wanita di luar sholatnya yaitu seluruh badannya kecuali dalam keadaan sendirian, maka batas auratnya sama seperti laki-laki. Adapun pengertian aurat secara bahasa adalah kekurangan. Sedangkan menurut syari’at adalah sesuatu yang diwajibkan untuk ditutupi dan sesuatu yang diharamkan untuk dilihat.


4. Mengetahui masuknya waktu 

Adapun untuk mengetahui masuknya waktu sholat yaitu dengan usaha dengan melihat gelagat alam atau terdengarnya adzan atau melihat jam dengan gholibnya waktu sholat, kalaupun kita sholat namun tidak mengetahui masuknya waktu, maka belum syah waktunya walaupun waktunya sudah masuk.

5. Menghadap kiblat atau ka’bah. 

Dinamakan kiblat karena yang sholat itu menghadap kepadanya dan disebut ka’bah karena kemuliaannya. Menghadap kiblat patokannya adalah dada yang menghadap kiblat bagi yang mampu. Diperbolehkan tidak menghadap kiblat dalam sholat yaitu dalam dua kondisi :

  1. Pada kondisi yang betul-betul sangat ketakutan seperti dalam keadaan perang baik sholat sunah maupun fardhu. 
  2. Sholat sunah dalam perjalanan yang dilakukan dalam kendaraan, maka diperbolehkan tidak menghadap kiblat walau bepergiannya jarak dekat.


Penutup

Demikian yang dapat kami sampaikan tentang syarat-syarat sholat dan wudhu. Mohon maaf jika ada kekurangan atau kesalahan dalam penyampaian maupun tulisan. Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bishowab.




Sumber : Kitab Fathul Mu'in.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Definisi Syarat dan Penjelasan Lengkap Tentang Syarat Syahnya Sholat dan Wudhu"