Penjelasan Air Musta'mal dan Cara Merubah Air Musta'mal Menjadi Air Mutlak
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Pada pembahasan sebelumnya (klik di sini) telah dijelaskan bahwa air yang boleh digunakan untuk berwudhu yaitu air mutlak, kemudian pada kitabnya mu'alif yakni syekh zainudin berkata, bahwa air mutlak itu bukanlah air yang musta'mal.
Apa itu air musta'mal?
Air musta'mal adalah air bekas mengangkat hadats atau menghilangkan najis.
Air yang termasuk musta'mal
Air yang termasuk musta’mal yaitu air bekas bersuci yang tak bisa digunakan untuk bersuci, meski air tersebut adalah air bekas wudhunya orang yang bermadzhab Hanafi yang tak memakai niat, meskipun wudhu tersebut tak menggunakan niat, maka tetap musta’mal air bekas berwudhunya orang tersebut.
Sebab menurut pandangan orang-orang yang bermadzhab Hanafi tadi wudhunya itu untuk mengangkat hadats, jadi tidak boleh air bekas mengangkat hadats digunakan lagi untuk berwudhu sekalipun bekas berwudhunya anak kecil yang belum tamyiz untuk thowaf.
Apakah air musta'mal itu suci?
Air yang musta’mal masuk kedalam kategori air yang suci hanya saja tidak bisa digunakan untuk bersuci bisa disebut air suci tapi tidak mensucikan.
Sebagaimana telah diriwayatkan bahwa Rasulullah tidak melarang umatnya ketika mereka mengambil air bekas wudhunya beliau untuk sekedar mengambil berkah bahkan untuk dijadikan obat.
Di dalam shohih Muslim juga dalam shohih bukhori kitab ke75, kitab orang sakit bab 5, bab menengok orang sakit yang diriwayatkan Sayidini Jabir bin ‘Abdillah Radiyallahu ‘anhuma yang menceritakan ketika sayidina Jabir sakit parah kemudian Rasulullah Saw. Wudhu. Sisa air wudhunya diusapkan di tubuhnya sayidina Jabir bin ‘Abdillah.
Dari hadits tersebut mengisyaratkan bahwa tidak mungkin jika air bekas wudhu nabi itu najis karena jika memang najis tidak mungkin diusapkan ke tubuh sayidina Jabir.
Alasan kenapa air musta'mal tidak boleh digunakan untuk bersuci
Kemudian pendapat bahwa air musta’mal tidak boleh digunakan untuk bersuci adalah dengan melihat perbuatan para salafuna sholih baik para sahabat maupun para tabi’in yang kala itu Mekah daerah yang tidak memiliki persediaan air yang memadai dan tandus, mereka memilih bertayamum daripada menggunakan air bekas bersuci. Dan itu ditukil secara mutawatir terus disampaikan dari masa ke masa.
Terlebih para ulama ahli kasyaf yakni para aulia Allah, mereka berpendapat bahwa air dari bekas berwudhu sesungguhnya memiliki aroma yang jauh lebih busuk daripada air comberan dikarenakan padanya terdapat dosa-dosa yang terlepas dari tubuh orang yang habis berwudhu, dalil tersebut hanya ditujukan bagi kita yang setiap detiknya tidak luput dari salah dan dosa, namun tidak berlaku bagi Rasulullah Saw. Yang dimaksum oleh Allah dari kesalahan dan dosa.
Adapun perkara air yang musta’mal yang bisa digunakan untuk berwudhu haruslah memenuhi syarat yang diatur dalam ilmu fiqih seperti penjelasan dibawah.
Cara merubah air musta'mal menjadi air mutlak
Air musta'mal bisa berubah menjadi air mutlak jika seandainya air bekas bersuci yang sedikit itu dikumpulkan hingga mencapai ukuran air yang lebih dari dua kulah.
Air musta'mal yang mencapai lebih dari dua kulah bukan lagi musta’mal, meskipun air yang sebelumnya sedikit itu terkena najis. Dengan catatan setelah air tersebut terkumpul mencapai lebih dari dua kulah itu tak berubah rasa, warna dan aroma.
Kemudian air yang musta’mal ini tidak bisa ditetapkan hukumnya kecuali disertai oleh air yang sedikit yakni air yang kurang dua kulah yang mana air tersebut terpisah dari tempatnya.
Seperti orang yang berwudhu kemudian percikan airnya jatuh dari anggota tubuh yang dibasuh, maka percikan air yang jatuh itulah yang musta’mal bukan air yang menempel pada kulit yang dibasuh, atau melewatinya perikan air dari tangan ke tangan lainnya atau percikan air yang membasuh wajah mengenai punggung atau dari kaki memercik ke lutut atau percikan air tersebut kembali pada anggota tubuh yang sedang dibasuh, selama air itu menempel pada tubuh maka bukanlah musta’mal.
Atau seperti orang yang mandi yang mengguyur kepalanya kemudian air itu mengalir pada anggota tubuh lainnya seperti mengalir ke leher kemudian dada dan seterusnya, maka air yang mengalir ditubuh itu bukanlah air yang musta’mal.
Cabang masalah
Kemudian juga dijelaskan cabang masalah (furu’) pada air yang musta’mal :
Bagaimana jika seandainya ada orang yang berwudhu kemudian tangannya dimasukan ke dalam air pada bejana atau ember yakni air yang sedikit?
Pada kasus tersebut jawabannya adalah : jika dimasukannya tangan orang itu pada air yang sedikit (air ember) dengan niat menghilangkan hadats, maka air dalam ember tersebut menjadi air yang musta’mal.
Begitupun juga bagi orang sehabis melakukan hubungan suami istri kemudian dia berniat untuk menghilangkan hadats besar yakni junub dengan memasukan tangannya pada air di dalam ember, jika sebelum memasukan tangannya ke air itu untuk mengangkat hadats, maka air di dalam ember tersebut musta’mal.
Kemudian bagaimana jika air dalam ember tadi digunakan untuk mentigakalikan basuhan wudhu seperti membasuh muka untuk yang kedua atau ketigakalinya setelah basuhan pertama.
Jawabannya adalah : jika pada saat pertamakali dia memasukan tangannya pada air di dalam ember tadi tidak diniatkan untuk mengangkat hadats tapi diniatkan bahwa tangannya itu hanya sebagai gayung untuk mencinduk air, maka air tersebut bukan musta'mal.
Kemudian untuk basuhan kedua jika diniatkan untuk mengangkat hadats sementara pada basuhan pertama hanya berniat menjadikan tangannya itu sebagai gayung, maka pada basuhan kedua dan ketiga air tersebut bukan musta'mal karena basuhan kedua dan ketiga itu termasuk sunah di dalam berwudhu.
Kemudian dikatakan musta’mal nisbat bagi air yang berpisah dari anggota tubuh, bukan air yang masih menempel pada kulit. Untuk air yang berpindah dari anggota tubuh ke anggot tubuh lainnya seperti cipratan air dari wajah mengenai leher, maka air yang mengenai leher atau mengenai anggota tubuh lainnya tersebut bukanlah air musta'mal.
Kesimpulan
Air yang musta’mal itu dipengaruhi oleh empat perkara :
- Air tersebut sedikit yakni air yang kurang dari dua kulah (volume air yang kurang dari 500 liter dalam takaran Bagdad) penjelasannya nanti ada pada fasal air yang bercampur najis. Mafhumnya jika air tersebut lebih dari dua kulah, maka kemusta’malan air tersebut tidak ada.
- Air yang sedikit itu terpisah dari tempatnya. Seperti tetesan air yang jatuh dari anggota tubuh yang dibasuh saat berwudhu, kecuali air yang masih menempel pada tubuh.
- Air yang sedikit itu digunakan untuk mengangkat hadats. Sebaliknya jika air yang sedikit itu digunakan bukan untuk mengangkat hadats, maka air tersebut tidak termasuk air yang musta’mal.
- Orang yang memasukan tangannya pada air yang sedikit itu tidak diniatkan untuk mencinduk air. Seperti seseorang yang mengambil sesuatu dari dalam air yang sedikit itu tanpa ada niatan untuk menghilangkan hadats pada tangannya atau orang tersebut hanya bertekad bahwa tangannya itu sebagai gayung untuk menyinduk air, maka air tersebut tidaklah musta’mal, tapi jika niatnya untuk menghilangkan hadats pada saat memasukan tangannya ke air, maka air tersebut musta’mal.
Pada air yang sedikit sangat riskan menjadi air yang musta'mal karena dalam pembahasan air yang berubah, air yang terkena benda lain meskipun benda tersebut suci maka air tersebut tetap tidak bisa dipakai untuk bersuci.
Dengan demikian air yang lebih dari dua kulah itu lebih utama daripada air yang sedikit untuk dijadikan alat wudhu karena pada air yang sedikit bila kita kurang hati-hati bisa menjadi air musta'mal.
Wallahu a'lam bishowab.
Sumber : Kitab Fathul Mu'in
Posting Komentar untuk "Penjelasan Air Musta'mal dan Cara Merubah Air Musta'mal Menjadi Air Mutlak"