Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Jangan Sampai Ada Anggota Tubuh yang Luput Dari Basuhan Ketika Mandi Wajib

Jangan Sampai Ada Anggota Tubuh yang Luput Dari Basuhan Ketika Mandi Wajib

Daftar Isi Artikel: Tampilkan

 بسم الله الرحمن الرّحيم

Perkara-perkara yang Harus diperhatikan bagi Orang yang Berhadats Besar

Sesungguhnya kelak di hari kebangkitan tiap-tiap orang akan dibangkitkan dari kematian sesuai keadaan orang tersebut ketika meninggal jika baik (husnul khotimah), maka baik pula keadaan orang tersebut ketika dibangkitkan, tapi sebaliknya jika buruk (su'ul khotimah) maka buruk pula.

Begitu pun ketika di padang mahsyar keadaan tiap-tiap orang akan dikembalikan sesuai kondisi orang tersebut ketika hidupnya, seperti misalnya junub yakni hadats besar maka kelak Allah akan mengembalikan keadaan tubuh orang tersebut dalam keadaan junub ataupun haid yakni berhadats besar.

Mandi wajib
Pinterest


Larangan Memotong Kuku, Rambut dan Membuang Darah Dari Tubuh Bagi yang Berhadats Besar.

Disebutkan oleh Syekh Zainudin Al Malibari di dalam kitab Fathul Mu'in, bahwasanya bagi orang yang tidak menghilangkan junub ketika mandi, baik rambutnya, kukunya ataupun darah haid dan nifasnya, maka kelak di akhirat akan dikembalikan dalam keadaan junub.

Jika seseorang misalnya memotong rambutnya, kukunya, berbekam atau mendonorkan darahnya padahal dalam keadaan junub, maka kelak apa-apa yang terpisah dari tubuhnya seperti yang telah disebutkan tadi akan menjadi saksi dan menuntut orang tersebut di akhirat akan anggota tubuhnya yang junub karena lalai tidak terbasuh ketika mandi wajib, sehingga menjadi sebab tidak diterimanya sholat yang telah ia kerjakan karena masih dalam keadaan junub.

Imam Ghozali di dalam kitab Ihya Ulumuddin juga menyebutkan larangan memotong kuku, memotong rambut dan membuang darah bagi orang junub maupun haid termasuk bagi orang yang nifas sebelum bersuci, karena sesungguhnya itu semua menjadi penghalang seseorang ketika dihisab di padang mahsyar dengan cercaan karena lalainya orang tersebut.

Namun larangan memotong kuku, memotong rambut dan membuang darah seperti bekam dan donor darah bagi orang yang berhadats besar ini menuai perpedaan pendapat karena sebagian Ulama ada yang membolehkan seperti misalnya pendapatnya Imam Ibnu Taimiyah.

Di dalam madzhab syafi'i ihtiyat lebih dikedepankan artinya meski ada Ulama yang membolehkan memotong kuku, rambut dan membuang darah seperti bekam meski berhadats besar, namun untuk kehati-hatian di dalam beribadah, maka memotong kuku, rambut dan mengeluarkan darah dari tubuh adalah hal yang tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats besar dalam madzhab Syafi'i.

Adapun dalil tidak diperbolehkannya memotong kuku, memotong rambut dan membuang darah dalam tubuh yaitu berdasarkan hadits Nabi pada kitab Shohih Bukhori yang diriwayatkan oleh Imam Al Atho' tentang dikembalikannya keadaan seseorang kelak di akhirat.

Ihtiyat merupakan sikap kehati-hatian yang diambil oleh ulama di dalam mengambil hukum, karena kelak apa yang difatwakan oleh ulama akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Jika seandainya kelak hukum memotong kuku, rambut atau membuang darah dari tubuh bagi orang yang berhadats besar ini tidak dipermasalahkan oleh Allah di akhirat, maka tidak ada kesalahan atas apa yang telah difatwakan, akan tetapi jika dipermasalahkan kelak dihadapan Allah maka mereka harus mempertanggung jawabkannya.


Menutup Aurat Ketika Mandi.

Selanjutnya Mu'alif juga menjelaskan bahwa bertelanjang bagi seseorang ketika mandi di tempat yang tertutup sepi dari pandangan halayak ramai itu dibolehkan, termasuk mandi dihadapan orang yang berhak atas  auratnya seperti mandi bareng antara suami-istri itu dibolehkan, akan tetapi menutup aurat itu lebih utama daripada telanjang ketika mandi.

Mandi dalam keadaan telanjang boleh-boleh saja selama tidak terlihat oleh oranglain, karena terbukanya aurat dihadapan orang yang bukan mahrom adalah haram hukumnya.

Berbeda bagi mereka yang sudah merasa dirinya dilihat, diawasi dan diperhatikan oleh Allah yakni para auliya pada maqom muroqobah, maka akan menjaga auratnya dari pandangan oranglain bahkan dari pandangan Allah meski hakikatnya Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Menutup aurat ketika mandi merupakan bagian dari adab bukan termasuk sesuatu yang hukumnya wajib karena di dalam mandi ada sunah menghadap kiblat dan juga bagian dari rangkaian ibadah yang menjadi bagian dari syarat syahnya sholat yaitu suci dari hadats baik hadats kecil maupun hadats besar.

Ketika seseorang tidak merasa malu dengan auratnya yang terlihat oleh oranglain yang bukan mahromnya berarti orang tersebut sudah menghinakan dirinya sendiri dihadapan manusia dan dhzolim pada dirinya sendiri.

Menjaga aurat sama halnya menutupi kekurangan dan aib dari pandangan halayak umum dan Allah adalah Dzat yang menutupi tiap-tiap aib hambanya karena tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan dari diri seseorang ketika Allah membuka aib hambanya, tapi Allah tidak dhzolim seperti manusia yang gemar mencari-cari dan membuka aib saudaranya sendiri.

Disebutkannya aib dan kekurangan karena menurut bahasa aurat adalah menutupi kekurangan, sedangkan menurut istilah syar'i aurat adalah sesuatu yang ada pada anggota tubuh seseorang yang haram dilihat oleh oranglain dan wajib ditutupi.

Namun tak menjadi masalah ketika seseorang memperlihatkan aurat pada seseorang yang berhak jika memang karena ada hajat seperti berhubungan suami-istri atau mandi bersama dengan pasangannya karena mencontoh Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam.

Adapun dibolehkannya mandi bareng antara suami dengan isteri yaitu berdasarkan hadits yang tertulis di dalam kitab shohih Bukhori yang diriwayatkan oleh sayidatu Aisyah rodhiyallahu 'anha yang mengatakan bahwa beliau pernah mandi bersama Rosulullah dalam satu bak besar yang terbuat dari tembikar.

Sisi romantis dari Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam salah satunya yaitu ketika mandi bersama isterinya yakni syayidatu 'Aisyah rodhiyallahu 'anha yang patut dicontoh karena pada diri Rosulullah ada suri tauladan yang baik dan pada diri Rosulullah lah maka kemudian keluar product hukum.

Kemudian, yang terakhir yang dikatakan oleh Mu'alif sebagai penutup pembahasan tentang mandi yaitu bahwa dibolehkannya membuka aurat pada tempat sunyi karena serendah-rendahnya tujuan.


Penutup

Dengan demikian, maka selesailah pembahasan tentang mandi pada bab thoharoh (bersuci). Mohon maaf jika ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penyampaian maupun tulisan. Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bishowab.


Sumber : Kitab Fathul Mu'in.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Jangan Sampai Ada Anggota Tubuh yang Luput Dari Basuhan Ketika Mandi Wajib"