Apa itu Iman?
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Iman adalah membenarkan tentang keberadaan Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya karena keyakinan tanpa disertai perbuatan sama juga bohong.
Pengertian Iman
Berikut ini adalah satu permasalahan yang dijawab oleh syekh Nawawi Al Bantani dalam mensyarahi kitabnya Abi Laits terkait iman kepada Allah, yaitu bilamana ada yang bertanya :
Apa itu iman?
Atau Apa yang dinamakan iman?
Atau seperti apa sih orang yang dikatakan beriman?
Telah berkata Mualif di dalam kitabnya : Ini adalah satu persoalan/permasalahan dimana-mana ada orang yang bertanya, apa yang dinamakan iman? Yakni perkara yang berhubungan dengan hakikatnya iman yakni sebenar-benarnya iman.
Maka jawabannya adalah :bahwa mengucapnya engkau dengan ucapan "Aku beriman" yang artinya bahwa aku membenarkan dan berikrar kepada Allah Ta'ala dan terhadap adanya para Malaikat, kitab-kitab Allah, para Utusan Allah, hari akhir (Kiamat) dan terhadap baik dan buruknya takdir itu adalah dari Allah Ta'ala.
Jawaban di atas sesuai dengan yang diriwayatkan di dalam hadits shohihnya Imam Muslim yang diriwayatkan oleh sayidina Umar rodhiyallahu 'anhu dari hadits Jibril, kemudian hadits Jibril ini juga ada dalam shohih Imam Bukhori yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh.
Maka ucapkanlah, aku beriman kepada Allah dan kepada para Malaikat Allah dan iman kepada bahwa melihatnya Allah dan iman kepada para utusan Allah dan iman kepada bangkitnya dari alam kubur (hari setelah kiamat).
Jadi, iman itu ketika seseorang membenarkan dalam hatinya dan berucap "Aku beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Rosul, kepada hari ahir dan takdir baik maupun buruk adalah kehendak Allah".
Melihat Allah di Akhirat
Kemudian percaya bahwa kelak di akhirat Allah bisa dilihat oleh orang-orang yang beriman yang mengimani bahwa sesungguhnya para utusan Allah itu semuanya benar dalam hal sudah disampaikannya wahyu oleh Rosulullah dari Allah kepada umatnya dan percaya kepada dibangkitnya dari alam kubur (kelak).
Melihatnya manusia terhadap dzat Allah di akhirat jangan dibayangkan seperti di dunia yang melihat sesuatu yang harus berbentuk karena yang berbentuk itu makhluq sedangkan Allah berbeda dengan makhluq.
Yang harus ditekankan di sini adalah keimanan terhadap adanya akhirat dan bisa menyaksikan Allah di alam akhirat, bukan membayangkan Allah itu seperti apa. Karena otak kita yang terhijab sangat sulit menerima tentanf dzat Allah bila dianalogikan dengan sesuatu yang biasa kita lihat sedangkan Allah tak sama dengan sesuatu apapun yang pernah kita lihat.
Belajar Tentang Iman Sejak Dini
Telah berkata Sahabat sebagian daripada Ulama :
Barangsiapa belajar dari waktu kecil yakni belajar tentang iman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Utusan-Nya, kepada hari akhir dan takdir baik maupun buruk adalah termasuk dari qodho dan qodarnya Allah.
Kemudian, bilamana sudah faham orang tersebut bahwa sesungguhnya ikrar yang disebutkannya tadi adalah pengakuan bahwa dia percaya, akan tetapi sesungguhnya orang tersebut tidak melaksanakan dengan baik di dalam menafsirkan kalimat yang diucapkannya tadi, maka orang tersebut tidak termasuk orang yang beriman.
Melihatnya Seseorang Kepada Surga Atau Neraka di Waktu Sakaratul Maut
Telah berkata yakni syekh Nawai Al Bantani, bahwa sebagian Ulama berpendapat akan imannya seseorang pada saat sakarotul maut, bahwa ia akan melihat tempatnya di surga atau di neraka, bagi mereka yang melihat tempatnya di neraka dikarenakan tidak bisa melaksanakan perintah Allah, jadi tiap-tiap orang bisa melihat tempatnya di surga atau neraka pada saat dia sedang sakaratul maut.
Sebagaimana sabda Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam di dalam sebuah hadits berkata :“Sesungguhnya seorang hamba itu meninggal sehingga ia melihat pada tempatnya di surga atau di naraka dengan bedanya tobatnya yang terputus, maka sesungguhnya tobat itu yang diterima setelah syahnya iman orang tersebut.”
Sebagaimana juga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa beliau berkata, sesungguhnya Rosulullah Sholallahu 'alahi wasallam telah bersabda : “Diterima tobatnya seseorang yang beriman selagi belum sampai ruhnya pada tenggorokan."
Perlu diketahui, bahwa sesungguhnya iman kepada Allah Ta'ala menempati tiga bagian :
- Iman taqlid.
- Iman tahqiq.
- Iman istidlal.
Iman Taqlid
Iman taqlid adalah membenarkannya seseorang terhadap sifat wahdaniyahnya Allah Ta’ala dengan mengikuti kaul Ulama dengan tidak memakai dalil. Iman taqlid ini tidak akan selamat dari goyahnya iman karena perasaan ragu-ragu dari apa yang ia ragukan.
Iman Tahqiq
Iman tahqiq adalah bahwa membenarkannya hati seseorang terhadap dzat Allah yang hanya satu (wahdaniyah), sehingga seumpamanya ada yang menyangkal dari sesuatu yang ada di alam ini masuk kedalam hatinya orang tersebut, maka tidak akan ditemukan pada orang itu tergelincirnya keyakinan.
Iman Istidlal
Iman istidlal adalah bahwa membuat dalil oleh seseorang dari adanya sesuatu yang tercipta dengan menetapkan bahwa harus adanya yang menciptakan, dan adanya bekas pasti ada adanya sebab yang mengakibatkan adanya bekas tersebut, maka bahwa bekas itu menunjukan terhadap ada yang membuat bekas.
Jadi, adanya sesuatu itu karena pasti ada yang mengadakan, seperti yang dituliskan di dalam kitabnya Mu'alif bahwa adanya kotoran unta menunjukan karena adanya unta, sehingga sesuatu yang berbekas tanpa adanya yang membuat bekas itu mustahil.
Maka dalam hukum akal yang dinamakan wajib itu adalah sesuatu yang tidak mungkin tidak adanya, seperti adanya Allah yang wajib ada menurut akal karena begitu banyaknya bukti yang menunjukan keberadaan-Nya yakni dengan adanya alam jagat raya yang tidak mungkin ada dengan sendirinya.
Penutup
eseorang itu dikatakan beriman bila mengamalkan dengan baik rukun iman yang enam dengan mentauhidkan Allah baik dzat, sifat, asma, maupun af'al-Nya artinya tidak boleh kita menyandarkan segala sesuatu kepada selain Allah, seperti berharap kepada makhluk atas apa yang sudah kita kerjakan.
Mengharap dan memohon hanya kepada Allah termasuk meminta rizki adapun ikhtiar hanyalah kadar di dalam mendapatkan rizki, bukan sesuatu yang harus dibangga-banggakan atau dijadikan sandaran, seperti berucapnya seseorang :
"jika bukan karena bansos dari pemerintah mungkin lebaran ini kita gak punya baju Lebaran."
Sehingga kita lupa bersyukur kepada yang memberi rizki yaitu Allah, andaipun bersyukur tapi hati lebih dulu membenarkan apa yang diberikan oleh makhluk, ini yang dimaksud dengan iman yang taqlid, lebih cenderung mudah goyah dan dianggap bathil oleh Ulama tashowuf iman yang taqlid ini.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar untuk "Apa itu Iman?"