Penjelasan Lengkap Sifat Kalam
Sifat Kalam
Sifat ke tiga belas dari sifat 20 yaitu sifat kalam, susunan terakhir dari sifat ma’ani. Wajib pada haqnya Allah Ta'ala memiliki sifat kalam yang artinya Maha Berfirman. Sifat kalam adalah sifat terdahulu yang menetap pada dzatnya Allah S.W.T. tidak berupa aksara dan suara.
Sifat Mustahil Dari Sifat Kalam
Lawan (sifat mustahil) dari sifat kalam adalah al-bukmu/abkam artinya bisu. Sifat mustahil ini juga wajib diketahui oleh tiap-tiap mukalaf sebagai hujah untuk membenarkan sifat wajib pada haqnya Allah karena menurut akal tidak masuk akal jika ada tuhan yang memiliki sifat kekurangan seperti bisu, maka wajib pada haqnya Allah memiliki sifat kalam.
Sebagaimana telah dijelaskan pada posting yang telah lalu bahwa sifat kalam ini merupakan bagian dari sifat ma'ani yaitu sifat wujudiyah yakni bisa dibuktikan jika seandainya Allah membuka hijab pada tubuh kita. Kemudian bahwa sifat kalamnya Allah itu adalah sifat yang qodim yakni sifat yang terdahulu tanpa diawali oleh ketidak adaannya dan bersifat tetap yakni selamanya berfirman.
Dalil Aqli Bahwa Allah Memiliki Sifat Kalam
Seandainya Allah tidak memiliki sifat kalam, maka tentu Allah bisu, sedangkan bisu merupakan sifat kekurangan dan kekurangan mustahil ada pada dzat Allah yang Maha Sempurna, maka menurut akal Allah seharusnya memiliki sifat kalam. Kemudian akal bukan yang menentukan tapi akal hanya menemukan sifat kalamnya Allah.
Maksud bahwa Allah memiliki sifat kalam yaitu dzat Allah disertai oleh kalam Madlul. Ketika Allah berfirman dengan kalam Dal, maka bahasanya menggunakan kalimat قال الله تعالى yakni melalui perantara Lauhul Mahfudz, sedangkan ketika berfirman langsung dengan kalam Madlul maka menggunakan kalimat كلّام الله.
Pendapat Hukum Syara' Terhadap Pendapat Akal Tentang Sifat Kalamnya Allah
kemudian pendapat hukum syari’at terhadap dalil aqli (hukum akal) ternyata tidak bertentangan karena sesuai dengan dalil naqli. Dalil naqli dari sifat kalamnya Allah adalah Al-qur’an surat An-nisa ayat 124 :
“Dan Allah telah berbicara kepada nabi Musa dengan langsung.”
Al Qur-an Adalah Kalam Allah
Sifat kalam adalah sifat yang menjadi sengketa terhadap golongan mulhidin, golongan yang meniadakan hukum syara’. Menurut golongan Mulhidin bahwa Allah sebenarnya tidak berfirman, Allah hanya mencatat tulisan di Lauhul Mahfudz, jadi menurut mereka Al-qur’an itu adalah makhluq.
Adapun menurut Ulama Ahlu Sunnah Al-qur’an yang dibaca karena ada aksara dan suaranya adalah kalam Dal, yang menunjukan terhadap adanya kalam Allah (kalam Madlul). Al-qur’an bisa mencabut terhadap kalam Dal yang mana sebagai Madlulnya adalah kalam Allah, namun hukum syara’ melarang pembahasan tersebut kepada halayak umum.
Pembagian Kalam Allah
Adapun kalam Allah itu terbagi dua yaitu:- Yang pertama kalam Dal yaitu kalam yang dari awal tertulis di Lauhul Mahfudz kemudian oleh Allah disampaikan melalui malaikat Jibril kemudian sampai kepada Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam yang kemudian ditulis oleh sahabat berupa mushaf Al Qur-an.
- Yang kedua kalam Madlul yaitu firman Allah yang tidak ada permulaan dan tidak ada akhirnya, tidak berupa suara maupun aksara.
Proses Kejadian Diturunkannya Al Qur-an
Alqur’an adalah kalam Allah. Allah memerintahkan kepada qolam agar menuliskan pada lauhul mahfudz, disebut kalam Dal, akan tetapi kalam Dal tidak boleh diartikan sebagai mantuq sedangkan kalam madlul adalah mafhumnya. Karena jika demikian maka keduanya adalah baru. Jadi, kalam Dal itu sama dengan kalam Madlul yakni qodim.
Firman Allah dari mulai lauhul mahfudz disampaikan kepada malaikat Jibril, kemudian ke Baitul ‘izah yang ada di langit ke empat di malam lailatul qodar, di baitul ‘izah Al-qur’an disusun berupa surat dan ayat serta disusun waktu-waktu turunnya ayat tersebut dan dengan bertahap ayat tersebut diturunkan.
Kemudian diturunkannya ayat-ayat tersebut disesuaikan dengan proses terjadinya takdir yang disebut Asbabun Nuzul. Yang pertama diturunkan adalah surat Al-alaq sebanyak lima ayat yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai keperluan, yang mana keperluannya tersebut sesuai dengan diciptakannya takdir oleh Allah melalui tanjizi hadits qudrohnya Allah agar dijadikan cermin dan tauladan sampai hari kiamat.
Ayat-ayat tersebut diterima oleh Rosulullah Saw. Kemudian oleh Rosulullah diucapkan dihadapan para shabat, kemudian oleh sahabat ditulis berupa surat dan ayat kemudian jadilah kitab Al-qur’an.
Yang ditulis dalam Al-qur’an diantaranya adalah :- 2000 ayat menjelaskan tentang janji dan ancaman Allah.
- 1000 ayat menjelaskan tentang siksaan neraka dan ganjaran surga.
- 1000 ayat menjelaskan isi ancaman.
- 1000 ayat menjelaskan tentang kisah-kisah.
- 1000 ayat menjelaskan ibaroh tauhid beserta contohnya.
- 500 ayat menjelaskan tentang halal dan haram.
- 100 ayat menjelaskan tentang nasikh dan mansukh.
- 66 ayat menjelaskan tentang do’a dan dzikir.
Jadi jumlah keseluruhan ada 6666 ayat berdasarkan isi dan kandungan dalam Al-qur’an.
Cabang Permasalahan
Jika kalam Allah tidak berupa suara ataupun aksara, lantas bagaimana cara malaikat Jibri medengarkan kalam dari Allah?
Jawab : Mengertinya malaikat Jibril terhadap kalam Allah seperti mengertinya seluruh anggota tubuh terhadap perintah hati manusia dengan tanpa suara dan aksara. Anggota tubuh mengerti terhadap perintah hati, tapi jangan mengartikan perintah Allah sama dengan perintah hati karena Allah tidak sama seperti makhluq.
Adanya firman Allah yang disampaikan kepada makhluq adalah sebagai bukti bahwa Allah memiliki sifat kalam, bahwa ada makhluq yang bisa mengerti terhadap kalam Allah.
Ilustrasinya seperti berikut, jika ada hasil karya manusia yang paling bagus, spektakuler dan sebagainya, maka si pembuat tersebut sangatlah mustahil sama dengan yang dibuatnya bahkan jauh berbeda meski dipaksa disama-samakan.
Begitupun Allah dengan ciptaan-Nya pasti jauh perbedaannya bahkan dzat Allah jauh dari sangkaan fikiran kita yang terbiasa dengan gambaran makhluq, oleh sebab itu kita tidak diperkenankan untuk memikirkan tentang dzat Allah, salah-salah kita terjebak dalam kekufuran karena mimikirkan dzat Allah.
Cukup meyakini bahwa dzat Allah itu ada, cukup mentafakuri ciptaan-Nya, asma-Nya dan sifat-sifatNya diantaranya adalah sifat kalam yang bisa kita ambil hikmahnya dari kisah-kisah Rosulullah Saw. Yang bergelar umi (yang tidak pernah belajar baca tulis), tapi karena qudroh dan irodah Allah-lah Rosulullah Saw. Bisa menandingi para penya’ir dengan kalam-kalam Allah yang tidak ada tandingannya. Ketika Allah berkehendak, maka tidak ada hal yang mustahil. Allah yang berkehendak dan berkuasa sehingga Rosulullah bisa mukasyafah terhadap ‘ilmunya Allah.
Makna Sifat Kalam
Kalamnya Allah tidak sama seperti kalamnya makhluk, kalamnya Allah yang tidak ada awal dan akhirnya tidak bisa diilustrasikan seperti kalamnya makhluq yang nyerocos terus-terusan.
Sifat kalamnya Allah tidak ada permulaan dan tak ada hentinya, selamanya sifat kalam Allah ada pada dzat Allah S.W.T. Adapun kata إقرأ pada Al-qur’an adalah kata permulaan yang ada pada sebuah surat dalam Al-qur’an, bukan pertamakalinya Allah berfirman kemudian disampaikan melalui perantara malaikat Jibril kepada Rosulullah di goa Hiro.
Adapun pengertian bahwa Allah berfirman langsung kepada nabi Musa As. Bukan berarti Allah berbicara layaknya makhluq yang sedang berbincang-bincang, akan tetapi Allah menyingkap hijab pada nabi Musa sehingga tak ada penghalang yang menghalangi kalamnya Allah terhadap nabi Musa, kemudian Allah menutup kembali hijab (penghalang) pada nabi Musa setelah selesai, sehingga terhalanglah kalam Allah terhadap nabi Musa.
Jadi Allah yang membuka dan menutup kembali hijab pada nabi Musa atas kalam Allah bukan artian kalam Allah dimulai ketika nabi Musa mulai bisa menerima kalam Allah atau terhenti setelah Allah selesai berfirman kepada nabi Musa. Kalam Allah tidak bermula dan tidak ada akhir, selamanya Allah bersifat kalam.
Sifat kalam berhubungan dengan semua hal yang wajib, jaiz/mumkin dan mustahil sebagaimana sifat ‘ilmu, bedanya kalau hubungan sifat ‘ilmu yaitu menyingkapkannya sedangkan sifat kalam menunjukannya.
Fadilah Mengenal Sifat Kalamnya Allah
Dengan memahami sifat kalam, maka kita akan mengenal Allah, kemudian timbulnya rasa kagum dan rasa syukur terhadap kuasa Allah, akan lebih mencintai Al-qur’an, memuliakan Al-qur’an, rajin membaca Al-qur’an dan mengamalkan isi kandungan Al-qur’an melalui bimbingan guru, bukan asal menuqil ayat berdasarkan terjemahan bebas.
Dengan mengenal kalam Allah, maka seseorang akan memahami betapa pentingnya bertholabul ‘ilmi karena dengan ‘ilmu segalanya jadi jelas karena amal tanpa ilmu akan tertolak dan amal tanpa iman jangan harap bisa ikhlas.
Niatkan hanya ingin mengabdi hanya kepada Allah karena tujuan mu’min hanya satu yaitu mengabdi hanya pada Allah dari usahanya dalam bertholabul ‘ilmi atau dari ikhtiarnya dalam memenuhi tanggungjawab duniawi (ibadah ghoir mahdhoh) atau yang mahdhoh seperti sholat dan sebagainya.
Pendapat ulama terkait sifat-sifat Allah
Imam Abu Hasan Al-asy’ari hanya cukup sampai pada sifat kalam dalam membahas sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah, tak perlu ada sifat ma’nawiyah sebab sudah lazim pada sifat ma’ani.
Menurut Imam Abu Mansyur Al-maturidi, sifat ma’ani yang terdiri dari tujuh sifat, disertai oleh sifat ma’nawiyah yang juga terdiri dari tujuh sifat, sehingga jumlah keseluruhan dari sifat yang wajib pada haqnya Allah S.W.T. yaitu ada duapuluh sifat yang wajib diketahui oleh setiap mukalaf.
Kemudian pendapat Syekh Ibrahim Al-bajuri (pengarang kitab Tijan Addarori) mendukung pendapat imam Maturidi menyempurnakan aqo’id imam Abu Hasan Al-asy’ari.
Penutup
Demikian yang dapat kami sampaikan tentang kalam pada posting kali ini, mohon maaf jika ada kekurangan atau kesalahan dalam penyampaian maupun tulisan. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishowab.Sumber :
- Kitab Tijan Addarori.
- Sifat Duapuluh Arab pegon bahasa Sunda.
- Sifat Duapuluh dan Asma’ul Husna TQN Cikangkung-Rengasdengklok-Karawang.
Posting Komentar untuk "Penjelasan Lengkap Sifat Kalam"