Tata Cara Niat Berwudhu yang Baik dan Benar
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Berkata syekh Zainudin Al Malibari rohimahullahu ta'ala di dalam kitab fathul mu'in:
وفروضه ستّة١- احدها نيّة وضوء، او اداء فرض وضوء، او رفع حدث لغير دائم خدث، حتّى في الوصوء المجدّد، او الطّهارة عنه، اوالطّهارة لنحو الصّلاة ممّا لا يباح إلّا باالوضوء، او استباحة مفتقر إلى وصوء كالصّلاة ومسّ المصحف؛
Dan adapun fardhu-fardhu wudhu yaitu ada enam perkara:
Adapun pertamanya dari yang enam yaitu niat berwudhu, atau niat menunaikan fardhu wudhu, atau niat mengangkat hadats, bagi selain orang yang terus menerus berhadats, sampai-sampai pada wudhu yang diperbaharui, atau niat bersuci daripada hadats, atau niat bersuci bagi seumpama sholat daripada hal-hal yang tidak diperbolehkan kecuali dengan berwudhu, atau niat membolehkan sesuatu yang membutuhkan kepada wudhu seperti sholat dan memegang mushaf Al Qur-an.
ولا تكف نيّة استباحة ما يندب له الوصوء، كقرأة القرآن، او الحديث، وكدخول المسجد، وزيارة قبرDan tidak memadai oleh niat membolehkan sesuatu yang disunahkan baginya berwudhu, seperti membaca Al Qur'an, atau membaca hadits, dan seperti masuk ke masjid, dan ziarah kubur.
Niat Berwudhu
Seperti kita ketahui bahwa fardhu wudhu itu ada enam adapun fardhu wudhu yang pertama adalah niat.
Lalu bagaimana cara berniat yang benar di dalam berwudhu?
Seperti yang telah disebutkan oleh mu'alif di atas, bahwa tatacara berniat ketika berwudhu itu banyak diantaranya yaitu bisa dengan niat menunaikan wudhu atau niat mengangkat hadats bagi selain orang yang daimul hadats yakni orang yang terus menerus berhadats seperti orang yang beser atau haid/nifas yang melebihi batas waktu rata-rata seperti pada penjelasan sebelumnya.
Maka bagi orang yang terus menerus berhadats itu tidak diperbolehkan niat mengangkat hadats (rof’al hadatsi) saat berwudu tapi cukup berniat “saya niat berwudhu karena Allah Ta’ala.” atau niat agar diperbolehkan sholat.
Definisi Niat
Adapun definisi niat secara bahasa adalah menyengaja yakni perkara apapun yang hendak diperbuat adalah niat menurut bahasa walau sebatas azam yang tidak disertai dengan perbuatan (rencana).
Sedangkan menurut istilah syara’ niat adalah menyengaja sesuatu yang disertai dengan mengerjakannya. Seperti dimulainya niat berwudhu ketika membasuh wajah atau seperti dimulainya niat sholat pada saat takbirotul ihrom.
Tempatnya Niat
Adapun tempatnya niat adalah hati karena tidak syah jika niat hanya sebatas diucapkan dan diucapkannya niat adalah sunah yang tujuannya adalah supaya lidah menuntun konsentrasi untuk memantapkan hati sebab hati bila tidak dibarengi talafudz niat (melafalkan niat) biasanya akan goyah karena banyaknya urusan yang difikirkan dan bersitan-bersitan itu muncul ketika kita diam.
Tujuan Niat
Kemudian tujuan daripada niat adalah untuk membedakan mana perkara ibadah dan mana yang bukan ibadah. Kemudian fungsi daripada niat adalah membedakan tingkatan ibadah dan hukum niat berwudhu adalah wajib dalam madzhab syafi’i.
Tata Cara Niat Wudhu
Kemudian cara berniat wudhu itu tidak dikhususkan, bisa saja seseorang berniat wudhu seperti berikut :
نويت الوضوء لله تعالى“Niat saya berwudhu karena Allah Ta’ala.”
نويت ادآء فرض الوضوء
“Niat saya menunaikan fardhu wudhu.”
نويت الوضوء لرفع الحدث لله تعالى
“Niat saya berwudhu untuk mengangkat hadats karena Allah Ta’ala.”
نويت رفع الحدث الاصغر
“Niat saya mengangkat hadats kecil”
نويت طهرة لرفع الحدث الاصغر لله تعالى
"Niat saya bersuci untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala.”
نويت الوضوء لرفع الحدث الاصغر لله تعالى
“Niat saya berwudu untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala.”
Adapun bagi orang yang terus menerus berhadats seperti orang yang beser atau wanita yang istihadhoh tidak diperkenankan berniat mengangkat hadats (لرفع الحدث) ketika berwudhu karena bagi mereka tidak ada hadats yang terangkat, karena mereka terus menerus mengeluarkan tetesan air kencing dan bercak darah meski sudah bersuci, maka niat wudhunya pun tidak dalam rangka mengangkat hadats.
Termasuk kedalam ikhtilaf (perbedaan pandangan) ulama akan dibolehkannya seseorang yang memperbaharui wudhunya dengan niat لرفع الحدث Karena sebagian ulama tidak memperkenankan niat mengangkat hadats bagi orang yang memperbaharui wudhu (tajdid wudhu).
Imam Romli menyebutnya main-main dengan niat atas orang yang berniat mengangkat hadats untuk memperbaharui wudhunya, karena sesungguhnya bagi mereka yang melakukan tajdid wudhu tidak dalam keadaan berhadats dan tidak dalam keadaan batal wudhunya.
Tajdid wudhu hanya dilakukan pada saat hendak melaksanakan sholat meski wudhu yang sebelumnya belum batal dan hukum memperbaharui wudhu adalah sunat menurut kaul yang disepakati ulama bermadzhab Syafi’i, dan menurut pendapat pengarang kitab Fathul Mu’in yakni syekh Zainudin Al-malibari adalah boleh bagi orang yang memperbaharui wudhu dengan niat mengangkat hadats.
Kemudian wajib berwudhu bagi orang yang hendak memegang Al-qur’an (mushaf Al-qur’an) dan tidak memadai bagi yang sunat untuk dibolehkannya berwudhu yang artinya tidak wajib bagi yang berwudhu diniatkan untuk mengerjakan perkara yang sunat.
Artinya tidak diwajibkan atas orang yang berwudhu tersebut dengan niat untuk membaca Al-qur’an karena membaca Al-qur’an dalam keadaan berwudhu adalah sunat hukumnya, seperti mentahfidz Al-qur’an membaca hadits nabi, masuk ke masjid atau ziarah kubur.
Dalil Diwajibkan Niat Ketika Berwudhu
Adapun dalil pada wajibnya niat yaitu hadits yang berbunyi :
إنّما الاعمال بالنّيّات“sesungguhnya amal (perbuatan) itu dengan niat.” (H.R. Bukhori dan Muslim)
Kemudian pengertian “Al A’malu” (الاعمال) menurut syekh Zainudin adalah sesungguhnya “syahnya ibadah” itu adalah dengan niat, bukan berarti bahwa yang menyempurnkan amal/ibadah itu adalah niat. Jadi tidak dibenarkan bahwa ibadah itu hanya dicukupkan dengan niat.
Waktu Ketika Berniat
Kemudian waktu berniat dalam berwudhu yaitu bersamaan dengan jatuhnya air saat membasuh bagian wajah pada basuhan pertama, tidak boleh dilakukan sebelum membasuh wajah.
Jika seseorang membarengkan niatnya pada awal basuhannya itu mengenai bagian tengah wajahnya maka disitulah dia memulai niat wudhunya, akan tetapi wajib mengulang basuhan pada bagian atas yang belum terniati yaitu dari bagian jidat, maka di dalam wudhu ada sunah mentiga kalikan basuhan yang mana hikmahnya itu adalah merapihkan basuhan pada tiap-tiap anggota wudhu.
Dengan dimulainya wudhu bersamaan dengan niat yang dibarengi membasuh wajah berarti ada sunat wudhu yang terlewat seperti berkumur yang jika seandainya ada noda pada bibir seperti gincu/lipstik, maka ketika membasuh wajahpun bagian bibir jangan sampai terlewat.
Jika niat berwudhu adanya pada basuhan wajah, lantas apa artinya mencuci tangan, berkumur dan istinsak?
Cuci tangan, berkumur dan istinsak adalah termasuk sunah di dalam berwudhu, pahala sunah di dalam berwudhu tidak akan didapat bila tanpa niat, maka kata mu'alif lebih utama jika seseorang memisahkan niatnya yang sunat dengan niatnya yang fardhu.
Seperti mendahulukan niat mengerjakan sunah-sunah wudhu pada saat membasuh kedua telapak tangannya kemudian berkumur dan istinsak kemudian barulah niat mengerjakan anggota wudhu yang fardhu yang dibarengi dengan membasuh wajah.
Seperti contoh seseorang mengucapkan dalam hatinya "Saya niat mengerjakan sunah-sunah wudhu karena Allah." Diucapkannya ini pada saat membasuh kedua telapak tangan.
Dengan begitu anggota wudhu yang sunah itu bernilai pahala jika diniatkan pada awal membasuh kedua telapak tangan, karena bernilainya suatu perbuatan disertai dengan niat, jika tanpa niat maka tidak ada nilainya.
Penutup
Dengan niat maka semua basuhan wudhu baik yang sunah maupun yang fardhu mendapat nilai pahala dan tidak ada basuhan yang terlewat pada bagian wajah seperti bagian bibir yang terlihat kemerah-merahan adalah termasuk bagian luar wajah yang wajib terbasuh.
Wallahu a'lam bishowab.
Sumber : Kitab Fathul Mu'in.
Posting Komentar untuk "Tata Cara Niat Berwudhu yang Baik dan Benar"