Sunah Menyela-nyela Janggut Dalam Berwudhu dan Hukum Menyela-nyela Janggut Bagi Wanita yang Berjanggut
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Berkata syekh Zainudin Al Malibari rohimahullahu ta'ala di dalam kitab fathul mu'in:
وتخليل لحية كثّة ، والأفضل كونه بأصابع يمناه ، ومن اسفل مع تفريقها ، وبغرفة مستقلّة للإتّباع ؛ ويكره تركه
Dan (sunah wudhu yang selanjutnya yaitu) menyela-nyela janggut yang tebal, dan adapun paling afdolnya yaitu dengan keadaan jari-jemari menggunakan jari tangan kanannya, dan dari bawah serta merenggangkan jari-jemarinya, dan dengan cidukan yang tersendiri karena mengikuti Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam; dan dimakruhkan meninggalkan menyela-nyela janggut.
Sunah Menyela-nyela Janggut Dalam Berwudhu
Masih membahas sunah-sunah dalam berwudhu dan sunah-sunah wudhu yang disebutkan ulama yang lebih dari tujuh puluh sunah itu diantaranya disebutkan di dalam kitab Fathul Mu'in yaitu sunah menyisir janggut dengan jari-jemari tangan kanan.
Pada posting kali ini sebenarnya mengulas kembali pembahasan seputar membasuh wajah, seperti yang telah dijelaskan pada posting sebelumnya bahwa bagian-bagian wajah itu diantaranya adalah bagian dagu yakni tempat bertemunya dua tepi rahang.
Hal yang tak boleh luput ketika seseorang membasuh wajah yaitu mengusap janggut dan menyela-nyela menggunakan jari-jemari tangan kanan, mengusap-usap janggut ini sunah dilakukan bagi mereka yang mempunyai janggut khususnya kaum pria dan hukumnya sunah dalam madzhab Syafi'i.
Cara Menyela-nyela Janggut Dalam Berwudhu
Di dalam fiqih diatur bagaimana cara mengusap-usap janggut yang benar yang sesuai dengan tuntunan Rosulullah sholallahu ‘alahi wasallam yakni dengan cara menyela-nyela atau menyisir menggunakan jari-jemari tangan.
Menyela-nyela atau dalam istilah lain dikatakan menyisir-nyisir janggut yang lebat dan tebal itu hukumnya sunah muakad di dalam madzhab syafi'i, dihukumi sunah muakad karena dalam madzhab lain hukum menyisir janggut dengan jari jemari tangan kanan itu wajib.
Apa itu sunah muakad?
Sunah muakad adalah sunah yang dikukuhkan, apabila ditinggalkan maka hukumnya menjadi makruh, maka bagi orang yang mempunyai janggut lebat dan tebal dan bermadzhab Syafi'i sebaiknya jangan pernah meninggalkan menyela-nyela janggut karena dengan meninggalkannya, maka hukumnya makruh.
Seperti yang telah dijelaskan pada setiap postingan kami terkait hukum sunah muakad yang dikarenakan adanya ikhtilaf Ulama adalah dengan mengambil kaidah Imam Syafi'i yang menyebutkan bahwa ketika keluar dari perselisihan Ulama madzhab, maka sunah hukumnya mengerjakan apa yang diperselisihkan.
Lalu bagaimana cara menyela-nyela atau menyisir janggut dalam wudhu?
Menyela-nyela janggut dalam berwudhu itu dilakulan dengan cara membasahi tangan kanan setelah selesai mentigakalikan membasuh wajah kemudian merenggangkan jari-jemari tangan kanan untuk disisirkan pada janggut yang lebat dan tebal dengan posisi jari-jemari berada di bawah dagu di belakang janggut.
Yang harus diperhatikan pada saat menyisir janggut dengan jari yaitu harus pelan-pelan dan hati-hati, terlebih bagi yang melaksanakan ihrom ketika ibadah haji, jangan sampai satu helai janggut tercabut, jika satu helai saja janggut atau bagian rambut yang lainnya tercabut atau dicukur, maka wajib membayar denda dengan seekor kambing.
Hukum Memelihara Janggut
Bicara soal janggut, maka di dalam Islam ada hukum memelihara janggut. Hukum memelihara janggut sebenarnya perkara yang diperselisihkan diantara keempat ulama madzhab.
Menurut madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hambali hukum memelihara janggut itu wajib, sedangkan menurut madzhab Syafi'i hukum memelihara janggut itu sunah, akan tetapi makruh hukumnya mencukur janggut.
Dan bicara soal perbedaan pandangan hukum, imam syafi'i memposisikan pendapatnya dengan tidak mengabaikan pendapat ulama madzhab yang lain, meski pendapat beliau bersebrangan dengan mereka.
Dalam kaidah fiqih madzhab Syafi'i bahwa ketika keluar dari perselisihan antara ulama madzhab, maka hukumnya sunah untuk dikerjakan, artinya Imam syafi'i tidak mewajibkan memelihara janggut, tapi menjadi makruh ketika seseorang mencukur janggutnya, di dalam istilah fiqih disebut sunah muakad. Kerjakan saja apa yang diperselisihkan oleh ulama madzhab yang tiga, meski dalam madzhab Syafi'i tidak mewajibkan.
Hukum Menyela-nyela Janggut Bagi Wanita yang Berjanggut
Bicara soal janggut tentu yang dibicarakan itu adalah kaum laki-laki karena janggut pada umumnya dimiliki oleh laki-laki meski tak semua laki-laki berjanggut dan tak mungkin kalau yang dibahas itu adalah kaum wanita.
Tapi, bagaimana jika ada perempuan berjanggut dan apa hukumnya menyela-nyela janggut ketika berwudhu bagi wanita tersebut, emang ada wanita berjanggut?
Dalam pandangan madzhab syafi'i, kasus seperti ini termasuk fenomena yang jarang terjadi (langka) dan di dalam kaidah fiqih Syafi'i bagi perkara yang seperti ini tidak masuk hitungan perkara yang disunahkan tetapi jatuhnya kepada wajib, maka wajib bagi perempuan yang memiliki janggut lebat dan tebal yaitu menyela-nyela janggutnya itu di dalam berwudhu dengan jari-jemari tangan kanan dengan cara seperti yang telah disebutkan di atas.
Adapun disunahkannya menyela-nyela atau menyisir janggut yang tebal karena mengikuti (itiba') apa yang dikerjakan nabi, karena setiap kali Beliau berwudhu tak pernah meninggalkan menyela-nyela atau menyisir janggutnya dengan jari-jemari tangannya yang kanan.
Dalil Disunahkannya Menyela-nyela janggut
Dalil disunahkannya menyela-nyela janggut yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sayidina Utsman bin ‘Afan dan haditsnya adalah hadits yang hasan beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyela-nyela janggutnya (ketika berwudhu). (HR. Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Seperti halnya membasuh tangan dan membasuh kedua kaki, Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam menyukai mendahulukan tangan yang kanan dalam mengerjakan perkara yang baik, begitupun ketika beliau menyela-nyela janggutnya, Beliau mendahulukan menggunakan tangan kanan.
Kecuali saat membasuh kedua telinga ketika wudhu tidak disunahkan memulai dari yang kanan tapi disunahkan dilakukan dengan berbarengan antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak boleh dilakukan selang-seling.
Penjelasan tentang sunah diawali dengan yang kanan dalam wudhu selengkapnya di bahas pada posting kami yang selanjutnya masih dalam lebel sunah-sunah berwudhu
Penutup
Kiranya hanya itu yang bisa kami sampaikan dalam pembahasan sunah-sunah dalam berwudhu menurut ulama madzhab syafi'i kali ini, meski sedikit mudah-mudahan ada manfaat, mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian.
Wallahu a'lam bishowab.
Sumber : Kitab Fathul Mu'in.
Posting Komentar untuk "Sunah Menyela-nyela Janggut Dalam Berwudhu dan Hukum Menyela-nyela Janggut Bagi Wanita yang Berjanggut"