Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Shohih Bukhori Hadits Ke 3 dan ke 4| Proses Turunnya Wahyu Kepada Nabi Muhamad

Shohih Bukhori Hadits Ke 3 dan ke 4| Proses Turunnya Wahyu Kepada Nabi Muhamad

Daftar Isi Artikel: Tampilkan

 

Qur-an surat Al-'alaq

Hadits ke 3

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Telah diceritakan di dalam banyak kitab yang ditulis oleh ulama ahli siroh, bahwa wahyu pertama yang diterima Rosulullah sholallahu 'alaihi wasalam adalah Qur'an surat Al-'alaq yakni ayat pertama sampai dengan ayat ketiga (berdasarkan shohih bukhori).


Sesungguhnya Rosulullah sholallahu 'alaihi wasalam tidak begitu saja mendapat sugesti berkholwat di gua Hiro', akan tetapi ada proses sebelum beliau lebih suka menyendiri sambil merenung dan bertafakur tentang ciptaan Allah dan mengenali keberadaan Allah, daripada bergaul dengan manusia.


Disebutkan di dalam shohih bukhori hadits ketiga pada bab Permulaan wahyu :

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada kami dari Al-laits dari 'Uqoil dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az-zubair dari 'Aisyah Ibunya Orang-orang yang Beriman, bahwasanya dia berkata :


"Permulaan wahyu yang datang kepada Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya Subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu beliau memilih gua Hiro' dan bertahannuts yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali pada keluarganga guna mempersiapkan bekal untuk bertahanuts kembali.


Kemudian Beliau menemui Khodijah untuk menyiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al-Haq saat Beliau di gua Hiro', malaikat datang seraya berkata : 'Bacalah!' Beliau menjawab : 'Aku tidak bisa membaca.' Nabi sholallahu 'alaihi wasallam menjelaskan : maka malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi : 'Bacalah!' Beliau menjawab : 'Aku tidak bisa membaca'. Maka malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi : 'Bacalah!' Beliau menjawab : 'Aku tidak bisa membaca'. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketigakalinya dengan sangat kuat, lalu melepaskanku dan berkata lagi : (Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang Maha Pemurah). Nabi sholallahu 'alaihi wasallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khodijah binti Khowalidh seraya berkata : 'Selimuti aku, selimuti aku!' Beliaupun diselimuti hingga hilang ketakutannya.


Kemudian Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khodijah : 'Aku menghawatirkan diriku.' Maka Khodijah berkata : 'Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturahim.' Khodijah kemudian mengajak beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khodijah yang beragama Nasrani di masa Jahiliyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis kitab Injil dalam bahasa Ibrani dengan izin Allah.


Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khodijah berkata : 'Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini.' Waroqoh bin Naufal berkata : 'wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami?' Maka Rosulullah sholallahu 'alaihi wasalam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata : 'Ini adalah Namus (malaikat), seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai, seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu.' Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bertanya : 'Apakah aku akan diusir mereka?'


Waroqoh menjawab : 'Iya, karena tidak ada satu orangpun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini, kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku.


Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.

Hadits ke 4

Ibnu Syihab berkata ; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurahman, bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshori bertutur tentang kekosongan wahyu sebagaimana yang Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam ceritakan : 'Ketika sedang berjalan, aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang kepadaku di goa Hiro', duduk diatas kursi antara langit dan bumi. Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata : 'Selimuti aku, selimuti aku!' Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu : (wahai orang yang berselimut) sampaikan firman Allah (dan berhala-berhala, tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan."


Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf bin Abu Sholih juga oleh hilal bin Roddad dari Azzuri. Yunus dan Ma'mar menambahkan dengan kata : 'Merinding bulu kudukku.' (Pada saat nabi ketakutan). 


Demikian yang dikatakan oleh sayidatu 'Aisyah rodhiyallahu 'anha Ibu Kaum Mu'minin tentang proses turunnya wahyu kepada Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam yang diawali mimpi yang baik sehingga muncul sugesti pada diri Rosulullah untuk berkholwat hingga pada akhirnya Rosulullah terbiasa menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril.

Dari hadits di atas ada satu kebiasaan dari pribadi nabi yang bisa kita teladani seperti yang dikatakan oleh sayidatu Khodijah rodhiyallahu 'anha bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam suka menyambung silaturahim.


Silaturahim yaitu menjaga hubungan baik dengan mengunjungi kerabat baik dengan saudara kandung, saudara dari pihak ibu dan ayah maupun dari pihak istri kita. Karena di dalam silaturahim ada ridho dari orangtua kita jika seandainya keduanya telah meninggal dunia dan ridho Allah ada pada ridhonya kedua orangtua.


Menyambung tali silaturahim adalah bentuk bakti kita kepada orangtua yang sudah meninggal, sebagaimana yang dianjurkan oleh Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam di dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar di dalam Shohih Imam Muslim :


"Bentuk kebaktian kepada orangtua yang paling tinggi yaitu menyambung hubungan dengan orang yang dicintai ayahnya setelah meninggal."


Dengan bersilaturahim, maka dosa-dosa kita kepada orangtua kita ketika semasa hidupnya dimaafkan, karena dosa seorang hamba kepada sesamanya tak bisa dimaafkan oleh Allah kecuali dengan dimaafkannya dosa dari orang yang kita dhzolimi.


Sebelum Rosulullah diangkat sebagai Rosul oleh Allah Ta'ala, Beliau dikenal sebagai sosok yang baik, jujur dan amanah oleh penduduk Mekah, hal ini yang menjadi salah-satu pertimbangan bagi kaum Quraisy akan kebenaran risalah yang dibawa oleh Rosulullah meskipun sebagian besar dari mereka pada awalnya menolak dan membenci Rosulullah sholallahu 'alaihi wasalam, mereka menganggap Rosulullah sebagai orang gila, pembohong dan tukang sihir.


Kemudian hikmah dari hadits di atas adalah bakti seorang istri kepada suaminya. Sayidatu Khodijah rodhiyallahu 'anha adalah salah satu teladan bagi kaum hawa, karena begitu banyak jasa beliau dalam mendukung suaminya yakni Rosulullah sholallahu 'alaihi wasalam dalam perjuangannya menegakan syari'at Islam, begitu sabar pribadi Khodijah di dalam melayani suami dan tak sedikitpun Beliau mengeluh, malah dukungan Beliau kepada Rosulullah sangat tinggi, karena beliau percaya dan yakin bahwa apa yang dibawa oleh sang suami adalah hal yang benar dan keyakinan ini tumbuh subur karena Rosulullah memang sosok yang sangat bisa dipercaya oleh stri dan kaumnya, sehingga beliau diberi gelar Al-Amin oleh kaum Quraisy.


Hal yang menarik dalam hadits ini adalah pernyataan dari Waroqoh bin Naufal yang langsung percaya akan keNabian dan keRosulan Muhamad sholallahu 'alaihi wasalam setelah mendengar cerita kejadian yang menimpa Rosulullah di goa Hiro', padahal Waroqoh bin Naufal ini adalah seorang yang beragama  Nasrani.


Waroqoh bin Naufal bahkan mengetahui akan apa yang menimpa Rosulullah di kemudian hari dan beliau siap pasang badan jika kelak Rosulullah dijahati dan diusir dari kaumnya, sehingga Rosulullah sendiri seakan kaget mendengar pernyataan dari Waroqoh bin Naufal seraya berkata, "apakah aku akan diusir mereka (kaum Quraisy)??"


Namun harapan dari Waroqoh bin Naufal tidak terwujud karena beliau lebih dulu meninggal dunia sebelum Rosulullah diangkat sebagai Rosul oleh Allah Ta'ala dan bagi ulama Ahlu Sunnah Waljama'ah termasuk kita yang menjadi bagiannya, mengambil sikap husnudhzon terhadap keimanan Waroqoh bin Naufal meskipun beliau ini non Muslim, tapi insya Allah beliau tidak termasuk golongan musyrikin, karena beliau hidup pada masa fatroh (kekosongan wahyu) dan beliau adalah pengikut Nabi Isa 'alahi wasallam yang sejati.

Wallahu a'lam bishowab.


Sumber :
• Shohih Bukhori bab Permulaan Wahyu.
Open Comments

Posting Komentar untuk "Shohih Bukhori Hadits Ke 3 dan ke 4| Proses Turunnya Wahyu Kepada Nabi Muhamad"