Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Benda Najis Pada Wasir, Telur dan Bulu Binatang

Benda Najis Pada Wasir, Telur dan Bulu Binatang

Daftar Isi Artikel: Tampilkan
 بسم الله الرّحمن الرّحيم

Najis Pada Area Wasir

Melanjutkan bahasan pada artikel sebelumnya tentang najis yang keluar dari kemaluan yang sebelumnya kami beri judul Apakah Keputihan Termasuk Benda Najis? Maka kali ini Syekh Zainudin di dalam kitab Fathul Mu'innya menjelaskan tentang hukum benda cair yang keluar dari dubur bagian wasir berupa lendir atau sesuatu yang lembab atau darah.


Apakah Basahan yang Keluar Pada Area Wasir Itu Najis?

Disebutlan oleh Mu'alif, bahwa telah berfatwa Ibnu Hajar Al Haitami di dalam kitab Al Fatawa Al Qubro Al Fiqhiyah, bahwa basahan (baik lendir, nanah atau darah) yang keluar pada area wasir adalah najis tapi najis yang dimaafkan bagi orang yang termusibahi dengannya.

Jadi, seumpama ada orang yang bermasalah dengan wasirnya dengan mengeluarkan sesuatu seperti darah yang terus menerus basah pada duburnya, maka menurut Ibnu Hajar Al Haitami adalah najis, tapi najis yang dimaafkan. Artinya orang tersebut boleh melaksanakan sholat.


Bagaimana Cara Wudhu dan Sholat Orang yang Termusibahi Gangguan Pada Wasirnya?

Seperti halnya orang yang daimul hadats dan perempuan yang istihadhoh, tatacara wudhu dan sholat orang yang termusibahi karena gangguan wasir yang terus menerus mengeluarkan basahan ini pun sama yaitu boleh berwudhu ketika sudah masuk waktu sholat.

Setelah masuknya waktu sholat orang yang termusibahi wasirnya ini terlebih dahulu membersihkan wasirnya yang basah itu kemudian menggunakan pembalut yang bersih dan memakai kembali celananya. Setelah semuanya rapih barulah berwudhu.

Setelah beres berwudhu tidak boleh menunda-nunda sholat dan menggunakan wudhunya untuk satu kali sholat fardhu saja.

Fathul Muin
Pinterest


Benda Najis Yang Keluar Dari Anus Hewan

Kemudian, Mualif melanjutkan bahasannya tentang najis pada hewan yang boleh dimakan dagingnya seperti ayam, yang mana binatang ini mengeluarkan telur dari anusnya yang juga tempat keluarnya najis berupa tinja.


Apakah Telur Benda Najis?

Menurut kaul Ulama yang shohih, telur yang keluar dari binatang yang dagingnya boleh dimakan itu suci dan halal konsumsi. Seperti telur ayam atau telur bebek dan sebangsa unggas.

Jadi semua Ulama sepakat bahwa telur yang keluar dari hewan yang boleh dikonsumsi dagingnya itu suci dan boleh dikonsumsi telurnya.

Adapun telur yang keluar dari hewan yang tidak boleh dikonsumsi dagingnya menurut kaul yang dho"if itu haram, sedangkan menurut kaul yang mu'tamad halal. Seperti telur penyu dan telur buaya itu suci dan boleh dikonsumsi jika memang doyan. Jadi, pada dasarnya semua telur itu suci dan boleh dikonsumsi.


Apakah Telur Dari Hewan yang Sudah Mati Itu Najis?

Najis tidaknya telur yang keluar dari ayam yang sudah mati itu dilihat dari tekstur telurnya, apakah telur tersebut keras, ataukah masih lembek?

Jika tekstur telur tersebut keras dan masih bisa dierami oleh ayam lain maka telur tersebut tidak najis dan halal dikonsumsi, namun jika masih lembek atau disebut telur muda atau busuk meski keras maka hukumnya najis dan tidak boleh dikonsumsi.

Demikian pula dengan bulu hewan yang boleh dimakan dagingnya, jika bulunya itu dicabut ketika hewan tersebut masih hidup, maka bulu tersebut suci hukumnya.

Seperti orang yang mencabut bulu ayam dari ayam yang masih hidup yang bulunya itu buat ngorek-ngorek telinganya, maka bulu tersebut suci dan tidak najis di di telinga.


Dalil Bahwa Bulu Binatang yang Boleh Dimakan Dagingnya Itu Suci

Adapun dalil sucinya bulu hewan yang dagingnya boleh dimakan yaitu dengan mengambil qiyas hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitabnya Al Mustadrok Ala Ash Shohihain disebutkan:

مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ

“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai.” (HR Hakim). 

Jadi, menurut hadits di atas jika seumpama ada orang yang makan daging dari hewan yang menurut syari'at boleh dimakan dagingnya, tapi orang tersebut hanya mengambil sebagian dari organ tubuhnya seperti telinga atau ekornya tanpa menyembelih hewan tersebut, maka telinga atau ekor yang dimakan oleh orang tersebut dianggap bangkai menurut syari'at.

Dari keterangan hadits di atas seakan-akan terkesan melarang bahwa apa saja yang merupakan bagian dari hewan yang masih hidup tidak boleh diambil termasuk bulunya.

Kemudian hadits tersebut oleh Ulama ditahsis dengan melihat Al Qur-an surat An Nahl ayat 80 yang berbunyi:

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَـكُمۡ مِّنۡۢ بُيُوۡتِكُمۡ سَكَنًا وَّجَعَلَ لَـكُمۡ مِّنۡ جُلُوۡدِ الۡاَنۡعَامِ بُيُوۡتًا تَسۡتَخِفُّوۡنَهَا يَوۡمَ ظَعۡنِكُمۡ وَيَوۡمَ اِقَامَتِكُمۡ‌ۙ وَمِنۡ اَصۡوَافِهَا وَاَوۡبَارِهَا وَاَشۡعَارِهَاۤ اَثَاثًا وَّمَتَاعًا اِلٰى حِيۡنٍ

Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu).

Dari keterangan ayat diatas menurut ulama ahli tafsir seperti Imam Ibnu Katsir termasuk Syekh Nawawi Al Bantani di dalam kitab tafsir Munirnya berkata bahwa betapa Allah memberikan anugerah kepada manusia diantaranya yaitu dengan dibolehkannya mengambil manfaat dari binatang yang diambil bulunya.

Maka menurut Ulama, hadits Rosulullah yang menjelaskan tentang larangan mengambil bagian tubuh hewan yang masih hidup itu tidaklah mutlak tapi ada pengecualian yaitu bulu-bulu yang ada pada binatang boleh diambil.

Maka keluarlah kaidah hukum yang difatwakan oleh Ulama ushul fiqih yang menyebutkan bahwa setiap bagian yang diambil dari hewan yang diambil ketika hewan tersebut masih hidup, maka hukumnya najis kecuali bulu-bulunya yang dihukumi suci bukan termasuk bangkai.

Lalu yang jadi permasalahan yaitu bagaimana jika kita tidak tahu apakah bulu-bulu binatang seperti bulu-bulu unggas yang kita ambil manfaatnya untuk dibuat kemoceng yang kita beli dari oranglain, sedangkan kita tidak tahu apakah bulu-bulu tersebut diambil dari hewan yang masih hidup apa dari hewan yang sudah mati?

Maka menurut mualif dalam kitabnya sebagai furu' daripada ilmu ushul fiqih menyebutkan bahwa:

Andai ragu-ragu seseorang tentang bulu atau seumpamanya apakah bulu itu datangnya dari hewan yang dimakan dagingnya atau selain dari hewan yang dimakan dagingnya atau apakah terpisah bulu-bulu itu dari hewan yang hidup atau dari hewan yang mati maka bulu itu hukumnya suci.

Jadi, bulu pada hewan yang diambil ketika masih hidup itu suci termasuk bulu-bulu yang kita tidak tahu apakah bulu-bulu tersebut diambil dari hewan yang masih hidup apa sudah mati.

Berbicara tentang bulu, Islam sangat memperhatikan betul mana bulu yang boleh digunakan sebagai bahan pakaian dan yang mana bulu yang tidak boleh digunakan untuk bahan pakaian yang bila kita kait-kaitkan dengan upaya pelestarian hewan-hewan yang dilindungi oleh hukum negara bahkan juga diterapkan oleh hampir seluruh negara dalam usaha pelestarian hewan-hewan yang dilindungi untuk mencegah kepunahan, maka Islam lebih dulu menerapkan larangan penggunaan bulu termasuk kulit yang diambil dari hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya.

Namun berbicara tentang hukum, ada pengecualian di dalam hukum Islam terkait najis tidaknya bulu hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya jika menempel di tubuh kita, maka Islam memberi pengecualian terhadap bulu kucing yang boleh dipelihara dalam hukum Islam.

Jadi, bulu kucing yang menempel di tubuh kita karena habis dipegang itu tidak najis meski kucing haram dimakan dagingnya oleh manusia, karena pada bulu-bulu kucing akan sulit dijaga agar tidak rontok ketika dipegang oleh manusia.

Adapun qiyas dari hukum penggunaan bulu dari hewan yang masih hidup juga berlaku pada tulang hewan yang dimanfaatkan oleh manusia seperti dibuat pipa tembakau atau cangklong atau sebagai aksesoris lainnya, maka berarti tulang bangkai tidak boleh digunakan.

Sedangkan bila dari hewan yang boleh dimakan dagingnya selagi hewan tersebut mati karena disembelih menurut syari'at, maka bukanlah bangkai yang artinya tulang tersebut suci dan boleh diambil manfaatnya.

Diambilnya hukum suci bagi tulang yang bukan dari bangkai di dalam kitab Fathul Mu'in yaitu dengan menukil penjelasan dari Imam Al Qomuli di dalam kitab Al Jawahirnya.


Penutup

Jadi kesimpulannya, telur yang didapat dari bangkai itu suci boleh dikonsumsi jikalau keras telur tersebut tidak lembek dan tidak busuk, kemudian bulu yang diambil dari hewan yang masih hidup dan yang boleh dimakan dagingnya itu suci boleh diambil manfaatnya.

Wallahu a'lam bishowab.



Sumber: Kitab Fathul Mu'in.
Open Comments

Posting Komentar untuk "Benda Najis Pada Wasir, Telur dan Bulu Binatang"