Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Mengenal Sifat Wajib Bagi Para Rosul. Shidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah dan Sifat Jaiz

Mengenal Sifat Wajib Bagi Para Rosul. Shidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah dan Sifat Jaiz

Daftar Isi Artikel: Tampilkan
Kitab Tijan Ad Darori


 ุจุณู… ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฑّุญู…ู† ุงู„ุฑّุญูŠู…

Melanjutkan bahasan yang tertunda di dalam kajian kitab Tijan Ad Darori yang sebelumnya telah selesai kami bahas yaitu tentang sifat 20 baik yang wajib, mustahil maupun yang jaiz yang haq pada Dzat Allah.

Maka untuk selanjutnya Mu'alif menjelaskan di dalam kitabnya tentang wajibnya mengetahui sifat-sifat yang dimiliki oleh para Rosul sebagai tindak lanjut dari rukun iman yaitu iman kepada para Rosul.


1. Sifat Shidiq

Telah berkata syekh Ibrohim Al Bajuri di dalam kitabnya Tijan Ad Darori, bahwa wajib bagi haqnya para Rosul 'alaihimush sholatu wasallam yaitu sifat Ash Shidiq yang artinya benar atau jujur.

Sifat wajib yang ada di para Rosul itu berbeda dengan sifat wajibnya Dzat Allah Ta'ala, sebab sifat wajib bagi Allah ada pada Dzat wajibul wujud mutlak yang keberadaannya tidak mungkin tidak ada, maka Allah wajib ada, yang keberadaannya tanpa permulaan dan tanpa akhir.

Sedangkan sifat wajib yang ada di para Rosul adanya pada dzat yang mumkinul wujud yang keberadaannya bisa saja ada dan bisa saja tidak ada bergantung kepada kehendak Allah. Jadi sifat wajib di para rosul itu selagi adanya para Rosul yang disebut wajib muqoyyad.


Pengertian Sifat Wajib Bagi Para Rosul

Yang dimaksud "wajib" yang disebutkan di dalam kitab Tijan Ad Darori yaitu sifat yang ada di para Rosul yang bisa difahami oleh akal ghorizi bahwa para Rosul memiliki sifat sidiq dan tidak bisa diterima oleh akal ghorizi jika para Rosul memiliki sifat berbohong (Al Kizbu), maka dengan demikian para Rosul itu wajib/harus shidiq.


Pengertian Sifat yang Haq Bagi Para Rosul

Kemudian yang dimaksud "haq" bagi para Rosul yang ditulis di dalam kitab Tijan Ad Darori yaitu sifat sidiq itu haqnya para Rosul meski misalnya tak ada satupun manusia yang membenarkan (mengimani) sifat sidiqnya para Rosul, tetap bagi para Rosul berhaq dengan sifat shidiqnya.


Haq Bagi Umat, Haq Bagi Para Anbiya dan Haq Bagi Para Rosul

Adapun mengucapkannya umat di dalam membenarkan sifat shidiq di para Rosul adalah kewajiban umat terhadap para Rosul yang haq bagi tiap-tiap muslim yang mukalaf. Jadi hak bagi tiap-tiap muslim kepada para Rosul yaitu dengan mengimaninya salah-satunya yaitu sifat shidiq pada mereka.

Kemudian bahwa para anbiya juga memiliki haq shidiq sama seperti para Rosul cuma tidak aktif di dalam menyampaikan sifat shidiq yang haq pada mereka, artinya bagi para Nabi tidak diwajibkan menyampaikan kepada umat akan apa yang Allah perintahkan kepada mereka.


Makna Sholawat dan Salam

Kemudian kata "alaihumush sholatu wasallam" maknanya mendo'akan kepada para Rosul agar terlimpah curahkan oleh Rohmat Allah beserta keselamatan.

Mendoakan para Rosul dengan sholawat beserta salam bukan berarti mereka butuh do'a kita untuk mendapatkan rohmatnya Allah, akan tetapi sebagai perantara (tawasul) agar kita mendapatkan rohmatnya Allah melalui kemuliaan para Rosul.

Rohmat Allah kepada para Rosul terlebih terhadap Rosulullah itu sudah lebih daripada cukup. Jika diibaratkan, mendo'akan Rosulullah yakni bersholawat itu seperti gelas yang terisi penuh oleh air kemudian kita tuangkan lagi air diatasnya maka limpahan air yang tercecer itu akan kembali ke tangan kita.


Arti dan Makna Sifat Shidiq

Adapaun bahwa arti dari sifat shidiq yaitu benar dan membenarkan yang memiliki makna bahwa segala yang disampaikan oleh para Rosul kepada umatnya itu sesuai dengan bukti, berbeda dengan sifat shidiq yang ada pada para Mujtahidin karena benarnya para Mujtahidin dibenarkan oleh Allah tidak disalahkan meski di akhirat mereka itu bisa saja salah.

Seperti yang sudah pernah kami sampaikan pada artikel kajian fiqih, bahwa apa yang difatwakan oleh seorang Mujtahid, kelak di akhirat akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, maka siapapun orang yang merasa tidak perlu taqlid kepada para Mujtahid Mutlak yang empat sesungguhnya ia adalah orang yang sombong yang menganggap dirinya benar dan lebih baik daripada Imam yang empat.

Allah memilih dan menentukan seorang 'alim untuk diberikan futuh sebagai mujtahid di dalam membantu permasalahan umat terkait ibadah dengan qudroh dan irodah-Nya bukan dengan terpaksa apalagi asal-asalan.

Maka berarti mereka yang disebut mujtahid mutlak adalah orang-orang pilihan Allah dari kalangan ahli ilmu dan ahli Allah bukan dari kalangan orang bodoh yang tidak mengenal Robnya yang dengan sembarangan mengeluarkan fatwa.


Makna Sifat Mustahil Bagi Para Rosul

Yang dimaksud dengan lawan (sifat Mustahil) dari sifat shidiq bagi para Rosul yaitu para Rosul mustahil memiliki sifat bohong (kidzbu), maka wajib bagi tiap-tiap mukalaf mengucap dengan lisannya dan dibenarkan oleh hatinya bahwa para Rosul memiliki sifat shidiq.

Yang dimaksud bohong disini yaitu apa yang disabdakan oleh para Rosul itu tidak sesuai dengan hatinya atau tidak sesuai dengan bukti atau dipandang salah menurut Allah atau keliru. Dengan demikian, maka mustahil bagi para Rosul memiliki sifat bohong (kidzbu).


Dalil Aqli Sifat Sidiq

Adapun dalil menurut akal tentang shifat shidiqnya para Rosul yaitu jika seandainya para Rosul berbohong niscaya berita (khobar) dari Allah Ta'ala adalah suatu hal yang tidak benar yakni bohong dan hal tersebut tidak bisa diterima oleh akal.

Adapun pengertian khobar itu terbagi dua yaitu:

  1. Khobar lafdhzon yakni nash Al Qur-an dan Al Hadits yang bisa dibaca lafadznya.
  2. Khobar hukman yaitu permulaan kebenaran para Rosul dengan pengetahuan mukjizat. Jadi pengetahuan para Rosul disertai dengan mukjizat sebab dengan menerima firman Allah adalah mukjizat.

ูˆَู„َู‚َุฏۡ ุงَุฑุۡณَู„ูۡ†َุง ุฑُุณُู„ًุง ู…ِّู†ۡ ู‚َุจูۡ„ِูƒَ ูˆَ ุฌَุนَู„ูۡ†َุง ู„َู‡ُู…ۡ ุงَุฒูۡˆَุงุฌًุง ูˆَّุฐُุฑِّูŠَّุฉً ‌ ؕ ูˆَู…َุง ูƒَุงู†َ ู„ِุฑَุณُูˆูۡ„ٍ ุงَู†ۡ ูŠَّุงุۡชِู‰َ ุจِุงٰูŠَุฉٍ ุงِู„َّุง ุจِุงِุฐูۡ†ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ‌ ؕ ู„ِูƒُู„ِّ ุงَุฌَู„ٍ ูƒِุชَุงุจٌ

Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa Rosul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang Rosul mendatangkan sesuatu bukti/ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab (tertentu). (Ar Ro'du ayat 38)

Jadi khowariqul lil adat yang terjadi kepada para Rosul adalah mukjizat termasuk menerima wahyu.


Dalil Naqli Sifat Shidiq Para Rosul

Adapun dalil naqli sifat shidiq para Rosul yaitu Al Qur-an surat Al Ahzab ayat 22:

ู‡ٰุฐَุง ู…َุง ูˆَุนَุฏَู†َุง ุงู„ู„ّٰู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆูۡ„ُู‡ٗ ูˆَ ุตَุฏَู‚َ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆูۡ„ُู‡ٗ

"Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya."


Pandangan Hukum Syara' Terhadap Dalil Aqli Bahwa Rosulullah Memiliki Sifat Shidiq

Adapun pandangan hukum syara' terhadap hukum akal tentang sifat shidiq yang dimiliki oleh para Rosul adalah sebagai berikut:

  1. Hukum syara' mewajibkan kepada setiap mukalaf untuk mema'rifafkan (mengenal) bahwa wajib bagi para Rosul memiliki sifat Shidiq dengan resiko mendapat pahala bagi yang mengimaninya dan siksa bagi yang tidak mengimaninya yang berarti syah imannya.
  2. Hukum syara' mewajib syar'ikan kepada para Rosul itu harus benar (shidiq) sehingga para Rosul diganjar dengan sifat shidiqnya dan disiksa jika tidak memiliki sifat shidiq meski hal tersebut mustahil bagi para Rosul.
  3. Hukum syara mendukung dalil Aqli bahwa para Rosul memiliki sifat Shidiq karena sesuai dengan dalil naqli yakni keterangan yang diambil dari Al Qur-an maupun Hadits.

2. Sifat Amanah

Sifat yang ke dua dari sifat wajib yang haq bagi para Rosul 'alaihimush sholatu wasallam yaitu Al Amanah artinya dapat dipercaya. Yang dimaksud wajib di sini adalah wajib menurut akal, dalam artian dimengerti oleh akal ghorizi bahwa para Rosul memiliki sifat amanah dan tidak dapat diterima oleh akal ghorizi bahwa para Rosul tidak memiliki sifat amanah.


Sifat Mustahil Dari Sifat Amanah

Lawan (sifat mustahil) dari sifat amanah yaitu khianat artinya tidak dapat dipercaya. yang dimaksud dengan lawan dari sifat wajib bagi para Rosul memiliki sifat amanah yaitu setiap mukalaf wajib mengetahui terhadap mustahilnya para Rosul bersifat khianat sebagai hujah bahwa para Rosul itu amanah.

Yang dimaksud dengan khianat yaitu qolbi, qouli dan fi'linya para Rosul melabrak apa yang diharamkan dan yang dimakruhkan yakni meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Adapun perkara mubah yang dilakukan oleh para Rosul bukan mubah hukumnya akan tetapi menjadi wajib 'aridhi sebab apa yang mereka perbuat bukanlah hal yang sia-sia tapi memberi contoh kepada umatnya sehingga apa yang mereka perbuat melahirkan produk hukum entah apakah itu menjadi wajib ataukah sunah.

Marahnya para Rosul bukanlah amarah yang berdasarkan syahwat tapi berdasarkan apa yang diridhoi oleh Allah, marahnya mereka kepada umat karena rasa sayang agar umatnya selamat dari siksa kubur dan neraka.

Sifat amanah di para Rosul bukan ada setelah mereka diangkat menjadi Rosul, tapi dari sejak mereka kecil sudah terlihat sifat amanah pada diri mereka, sehingga pantas ketika kaum Quraisy memberi gelar kepada Rosulullah dengan sebutan Al Amin yang artinya dapat dipercaya karena memang Beliau sholallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah yang haq.

Kemudian pada diri para Rosul disertai dengan kejadian luar biasa berupa khowariqul lil adat yaitu perkara-kara yang diluar kewajaran yang dialami oleh seseorang, seperti yang terjadi pada kelahiran Rosulullah dengan keadaan sudah dikhitan dan bercelak pada matanya, seperti perilaku dan watak rosulullah yang melibihi anak-anak yang seusia dengannya, seperti kejadian dibelahnya dada Rosulullah oleh malaikat ketika masih kecil atau kejadian diisro' dan dimi'rojkannya Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam.

Pengertian khianat menurut fiqih hukumnya adalah haram karena tidak mengembalikan apa yang dititipkan kepadanya yakni mengakui apa yang bukan haqnya seakan-akan menjadi miliknya, mengambil haq milik oranglain, maka hal yang demikian itu mustahil bagi para Rosul.

Pengertian khianat menurut bahasa yaitu tidak bisa dipercaya, sedangkan hukum khianat menurut menurut fiqih itu haram, sehingga mustahil bagi para Rosul memiliki sifat khianat.

Adapun tindakan para Rosul memerangi kafir yang dhzolim bukanlah perbuatan munkar yang termasuk khianat yang diharamkan oleh fiqih karena yang mereka perbuat merupakan bagian dari perintah Allah yang harus mereka laksanakan karena sifat shidiq yang mereka miliki.


Pengertian Sifat Amanah

Adapun pengertian amanah terbagi tiga:

  1. Amanah menurut tauhid, yaitu hati perilaku dan ucapan tidak ingkar terhadap perintah Allah dan tidak akan melakukan perbuatan yang dilarangan Allah sehingga mereka menjadi figur yang paling haq diteladani oleh para pengikutnya.
  2. Amanah menurut fiqih, yaitu tanggung jawab terhadap beban yang dipikul pada dirinya, seperti orang yang dititipi dengan mengembalikan apa yang dititipkan kepada dirinya.
  3. Amanah menurut bahasa (lugoh), yaitu sesuatu yang dapat dipercaya.


Dalil Aqli Sifat Amanah

Dalil aqli bahwa para Rosul memiliki sifat amanah yaitu seandainya para Rosul itu berkhianat dengan berbuat hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan niscaya kita semua diperintahkan dengan hal yang serupa dan tidak benar jika kita diperintahkan untuk melakukan hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan.

Sebagaimana telah disebutkan di dalam Al Qur-an surat Al a'raf ayat 28:

ู‚ُู„ۡ ุงِู†َّ ุงู„ู„ّٰู‡َ ู„َุง ูŠَุงูۡ…ُุฑُ ุจِุงู„ูۡَุญุۡดَุงุٓกِ‌

Katakanlah, "Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keburukan." 

Di dalam ayat tersebut Allah tidak menyuruh kita mengerjakan perkara yang haram, makruh termasuk khilaful aula (menyelisihi perkara yang utama) yang dianggap tidak baik menurut agama.


Pandangan Hukum Syara' Terhadap Dalil Aqli

Adapun pendapat hukum syara' terhadap dalil aqli Bahwa Para Rosul Memiliki Sifat Amanah yaitu:

Hukum syara' mewajibkan kepada semua mukalaf harus mengenal (ma'rifat) terhadap sifat amanah yang ada di para Rosul dengan resiko syah imannya karena mengenal sifat amanah para Rosul dan diganjar, sebaliknya tidak syah imannya karena tidak mengenal sifat amanah para Rosul dan disiksa di neraka.

Hukum syara' memerintahkan ke setiap mukalaf untuk memiliki sifat dan berperilaku amanah sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur-an surat Ash Shof ayat 3:

 ูƒَุจُุฑَ ู…َู‚ุۡชًุง ุนِู†ุۡฏَ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงَู†ۡ ุชَู‚ُูˆูۡ„ُูˆุۡง ู…َุง ู„َุง ุชَูุۡนَู„ُูˆูۡ†َ

"Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."

Dan yang terakhir hukum syara' lebih dahulu menunjukan dan memberi dalil terhadap pastinya wajib aqli para Rosul memiliki sifat amanah.


Dalil Naqli Sifat Amanah

Adapun dalil yang menyebutkan bahwa para Rosul itu memeliki sifat amanah yaitu Al Qur-an surat Asy Syu'ro ayat 107:

ุงِู†ِّู‰ۡ ู„َู€ูƒُู…ۡ ุฑَุณُูˆูۡ„ٌ ุงَู…ِูŠูۡ†ٌۙ‏

"Sesungguhnya aku ini seorang Rosul kepercayaan (yang diutus) kepadamu."


3. Sifat Tabligh

Sifat wajib yang ke tiga yang haq bagi para Rosul 'alaihimush sholatu wasallam yaitu memiliki sifat tabligh artinya menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan.

Yang dimaksud wajib aqli (menurut akal) yaitu sudah pasti para Rosul itu menyampaikan apa yang wajib yang diperintahkan oleh Allah kepada umatnya dan tidak masuk akal jika para Rosul itu tidak tabligh.

Sifat Mustahil Dari Sifat Tabligh

Lawan (sifat mustahil) dari sifat tabligh yaitu kitman artinya tidak dapat dipercaya, dalam artian setiap mukalaf wajib mengetahui terhadap mustahilnya para Rosul bersifat tabligh.

Adapun pengertian dan maksud dari lawan sifat tabligh yakni kitman itu ada 3 yaitu:

  1. Para Rosul sama sekali tidak menyampaikan yakni menyembunyikan dan membekukan terhadap perkara yang diperintah oleh Allah yang seharusnya disampaikan kepada umat.
  2. Menyembunyikan sebagian perkara yang diperintah Allah yang wajib disampaikan kepada umat.
  3. Disampaikan tapi tidak dengan secara jujur dan ikhlas.
Dari ketiga pengertian lawan dari sifat tabligh ini mustahil ada di para Rosul, namun wajib diketahui sebagai hujah bahwa mustahil bagi para Rosul memiliki sifat kitman.

Pengertian Tabligh

Yang dimaksud dengan Tabligh yaitu menyampaikan hukum kepada umat sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah dengan apa adanya.

Pengertian Tabligh meliputi terhadap dakwah amar ma'ruf, nahi munkar, ta'lim dan fatwa.

Yang dimaksud dakwah yaitu ajakan atau penyeru terhadap agama Islam dengan jalan lembut kepada jalan Allah
Sebagaimana telah disebutkan dalam Al Qur-an surat An Nahl ayat 125:

ุงُุฏุۡนُ ุงِู„ٰู‰ ุณَุจِูŠูۡ„ِ ุฑَุจِّูƒَ ุจِุงู„ุۡญِูƒูۡ…َุฉِ ูˆَุงู„ูۡ…َูˆุۡนِุธَุฉِ ุงู„ุۡญَุณَู†َุฉِ‌ ูˆَุฌَุงุฏِู„ูۡ‡ُู…ۡ ุจِุงู„َّุชِู‰ۡ ู‡ِู‰َ ุงَุญุۡณَู†ُ‌ؕ ุงِู†َّ ุฑَุจَّูƒَ ู‡ُูˆَ ุงَุนูۡ„َู…ُ ุจِู…َู†ۡ ุถَู„َّ ุนَู†ۡ ุณَุจِูŠูۡ„ِู‡ٖ‌ ูˆَู‡ُูˆَ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."

Amar ma'ruf, nahi munkar yaitu memerintahkan kepada kebenaran melarang kepada kemunkaran yang ada pada kekuatan pada dirinya.

Kemudian yang namanya ta'lim yaitu mengajarkan ilmu tertentu kepada oranglain yang menjadi muridnya.

Sedangkan fatwa yaitu memberitahukan keputusan hukum suatu perkara, baik dari seorang mujtahid maupun dari hasil berijtihadnya seseorang yang diakui keilmuannya sebagai seorang mujtahid.

Dalil Aqli Sifat Tabligh

Dalil aqli bahwa para Rosul memiliki sifat tabligh yaitu seandainya para Rosul itu menyembunyikan suatu hal yang diperintahkan, niscaya kita diperintahkan untuk menyembunyikan ilmu, dan tidak benar bahwa kita diperintahkan untuk itu.

Maksudnya yaitu seumpama para Rosul menyembunyikan suatu perkara yang wajib disampaikan yang diperintahkan untuk disampaikannya wahyu, pastinya kita semua diperintahkan untuk menyembunyikan ilmu, sedangkan tidak benar bahwa kita diperintahkan untuk senantiasa menyembunyikan ilmu karena sesungguhnya dilaknat oleh Allah.

Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur-an surat Al Baqoroh ayat 159:

ุงِู†َّ ุงู„َّุฐِูŠูۡ†َ ูŠَูƒุۡชُู…ُูˆูۡ†َ ู…َุงٓ ุงَู†ุۡฒَู„ูۡ†َุง ู…ِู†َ ุงู„ุۡจَูŠِّู†ٰุชِ ูˆَุงู„ูۡ‡ُุฏٰู‰ ู…ِู†ۡۢ ุจَุนุۡฏِ ู…َุง ุจَูŠَّู†ّٰู‡ُ ู„ِู„ู†َّุงุณِ ูِู‰ ุงู„ูۡƒِุชٰุจِۙ ุงُูˆู„ٰูٓฎِูٕƒَ ูŠَู„ุۡนَู†ُู‡ُู…ُ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ูˆَ ูŠَู„ุۡนَู†ُู‡ُู…ُ ุงู„ู„ّٰุนِู†ُูˆูۡ†َۙ

"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur'an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat."


Pandangan Hukum Syara' Terhadap Dalil Aqli bahwa Rosulullah Itu Tabligh

Adapun pendapat hukum syara' terhadap dalil aqli Bahwa Para Rosul Memiliki Sifat tabligh yaitu:

Hukum syara' mewajibkan kepada setiap mukalaf harus mengenal (ma'rifat) terhadap wajib aqli sifat tabligh yang ada di para Rosul dengan resiko diganjar dan syah imannya, disiksa dan tidak syah imannya jika tidak mengenal sifat tabligh para Rosul.

Hukum syara' mewajib syar'ikan kepada semua para Rosul untuk memiliki sifat tabligh, dengan resiko diganjar karena sifat tablighnya dan disiksa karena tidak tabligh meski hal yang demikian itu mustahil ada pada mereka.

Hukum syara' mewajibkan ke setiap mukalaf harus tabligh dengan resiko diganjar karena tablighnya dan disiksa karena tidak tablighnya.

Sebagaimana disebutkan di dalam surat Al A'rof ayat 68:

ุงُุจَู„ِّุบُูƒُู…ۡ ุฑِุณٰู„ٰุชِ ุฑَุจِّู‰ۡ ูˆَุงَู†َุง ู„َู€ูƒُู…ۡ ู†َุงุตِุญٌ ุงَู…ِูŠูۡ†ٌ‏

"Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan pemberi nasihat yang terpercaya kepada kamu."

Syara' memberikan dalil terhadap wajibnya para Rosul memiliki sifat tabligh dengan menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Adapun perkara yang disampaikan padahal tidak adanya perintah dari Allah itu tidak menjadi wajib hukumnya untuk disampaikan oleh para Rosul kepada umatnya, maka apa-apa yang tidak ada di dalam Al Qur-an tapi dicontohkan oleh Rosul, maka jatuhnya adalah sunah.


Dalil Naqli Sifat Tabligh

Adapun dalil bahwa para Rosul memiliki sifat tabligh yaitu berdasarkan nash Al Qur-an surat Al Baqoroh ayat 67:

ูŠٰูۤ€ุงَูŠُّู‡َุง ุงู„ุฑَّุณُูˆูۡ„ُ ุจَู„ِّุบۡ ู…َุงۤ ุงُู†ุۡฒِู„َ ุงِู„َูŠูۡƒَ ู…ِู†ۡ ุฑَّุจِّูƒَ‌ ؕ ูˆَุงِู†ۡ ู„َّู…ۡ ุชَูุۡนَู„ۡ ูَู…َุง ุจَู„َّุบุۡชَ ุฑِุณٰู„َู€ุชَู‡ٗ‌ ؕ ูˆَุงู„ู„ّٰู‡ُ ูŠَุนุۡตِู…ُูƒَ ู…ِู†َ ุงู„ู†َّุงุณِ‌ ؕ ุงِู†َّ ุงู„ู„ّٰู‡َ ู„َุง ูŠَู‡ุۡฏِู‰ ุงู„ูۡ‚َูˆูۡ…َ ุงู„ูۡ€ูƒٰูِุฑِูŠูۡ†َ

"Wahai Rosul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir."

4. Sifat Fathonah

Sifat yang wajib yang ke empat yang haq bagi para Rosul yaitu sifat fathonah yang artinya cerdas. Maksud wajib disini yaitu wajib menurut akal bahwa haqnya para Rosul itu pasti terbukti fathonah yakni cerdas.

Cerdasnya para Rosul dalam artian bisa dan kuat menegakan atau menghadirkan hujah-hujah yang benar sehingga mengalahkan musuh-musuhnya.

Sifat Mustahil Dari Sifat Fathonah

Lawan (sifat mustahil) dari sifat fathonah yaitu biladah yang artinya bodoh tidak mampu menghadirkan hujah-hujah yang benar dan yang demikian itu mustahil adanya pada sifat yang dimiliki oleh para Rosul.

Dalil Aqli Bahwa Para Rosul Memiliki Sifat Fathonah

Dalil aqli bahwa para Rosul memiliki kecerdasan yaitu jika para Rosul tidak memiliki kecerdasan niscaya mereka tidak akan mampu berhujah mengalahkan para musuhnya dan hal itu tidak bisa diterima oleh akal.

Karena Al Qur-an telah menunjukan dalam banyak ayat tentang kemampuan mereka dalam menghadirkan hujah-hujah yang mengalahkan para musuhnya.

Dalil yang dihadirkan oleh dalil aqli ini adalah dalil ijmali yakni dalil yang sifatnya global atau umum bukan dalil yang diperinci (tafshili) yang sandarkan pada dalil naqli yakni dalil yang diambil dari Al Qur-an dan Al Hadits.

Seperti halnya Surat Hud ayat 32 di dalam nash Al Qur-an yang menyebutkan bahwa:

ู‚َุงู„ُูˆุۡง ูŠٰู€ู†ُูˆุۡญُ ู‚َุฏۡ ุฌَุงุฏَู„ุۡชَู€ู†َุง ูَุงَูƒุۡซَุฑุۡชَ ุฌِุฏَุงู„َู€ู†َุง ูَุงุۡชِู†َุง ุจِู…َุง ุชَุนِุฏُู†َุงۤ ุงِู†ۡ ูƒُู†ุۡชَ ู…ِู†َ ุงู„ุตّٰุฏِู‚ِูŠูۡ†َ

Mereka berkata, "Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar."

Ayat tersebut menjelaskan tentang sifat fathonah nabi Nuh dengan menghadirkan hujjah yang mengalahkan musuhnya yang mana mereka meminta nabi Nuh untuk menghadirkan kebenaran hujah yang dikemukakan oleh Beliau agar didatangkannya azab, dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menghikayatkan sifat fathonah di para Rosul.

Pengertian dan Makna Sifat Fathonah Bagi Para Rosul

Adapun pengertian fathonah yang menjadi sifat yang dimiliki oleh para Rosul itu memiliki empat pengertian:
  1. Cerdas yakni daya tangkapnya cepat.
  2. Pintar atau pandai yakni gagasan dan jawabannya benar dan tepat.
  3. Bisa yakni ilmiah dan sesuai bukti.
  4. Mampu yakni menguasai dan faham.

Sifat fathonah di para Rosul bukan sekedar salah satu sifat diantara empat sifat yang telah disebutkan di atas.

Sebab pada orang biasa ada yang memiliki thobi'at cerdas tapi tidak pintar karena tidak belajar, ada yang cerdas dan pandai tapi ia tidak bisa menggunakan kepandaiannya karena tidak piawai atau tidak terampil, kemudian ada yang cerdas, pintar, dan bisa tapi lemah di dalam kemampuannya untuk menghadirkan jawaban atau solusi yang relevan, dan semua yang disebutkan tadi mustahil bagi para Rosul.

Sifat fathonah di para Rosul bukan hasil belajar, bukan hasil meniru, bukan hasil berguru tapi langsung idhtirori yakni dengan mukasyafah, bukan dengan jalan ikhtiar akal seperti menghafal.

Karena tanggung jawab dan haq Allah lah yang menanamkan ilmu di qolbu para Rosul dan mengeluarkannya dengan dimudahkannya lisan mereka mengucapkan atau menyampaikan kalam Allah di hadapan manusia maupun jin.

Sebagaimana disebutkan dalam nash Al Qur-an surat Al An'am ayat 83:

ูˆَุชِู„ูۡƒَ ุญُุฌَّุชُู†َุงۤ ุงٰุชَูŠูۡ†ٰู‡َุงۤ ุงِุจุۡฑٰู‡ِูŠูۡ…َ ุนَู„ٰู‰ ู‚َูˆูۡ…ِู‡ٖ‌ؕ ู†َุฑูۡَุนُ ุฏَุฑَุฌٰุชٍ ู…َّู†ۡ ู†َّุดَุงุٓกُ ‌ؕ ุงِู†َّ ุฑَุจَّูƒَ ุญَูƒِูŠูۡ…ٌ ุนَู„ِูŠูۡ…ٌ

"Dan itulah keterangan (hujah) Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui."

Ayat di atas menunjukan, bahwa kemampuan yang ditunjukan oleh nabi Nuh kepada kaumnya dengan hujah-hujah yang benar adalah karena kehendak Allah karena pada diri seorang Rosul pun tak bisa memberi pengaruh dengan thobi'at maupun dengan kekuatannya kecuali dengan izin Allah.

Sifat Fathonah Bagi Rosulullah Sholallahu 'Alaohi wa Sallam

Sifat fathonah yang dimiliki oleh Rosulullah sholallahu 'alaihi wa sallam bukan sekedar untuk disampaikan kepada umat yang ada di sekeliling Beliau dan di zaman Beliau saja, tapi mencakup semua umat di seluruh dunia dari zaman Rosulullah sampai hari kiamat.

Oleh sebab itu, maka syi'ar Islam yang dimulai oleh Rosulullah ini terus berlanjut ke para sahabat kemudian dilanjutkan oleh ulama tabi'in kemudian dilanjutkan oleh ulama tabi'it tabi'in dan terus berlangsung di zaman ini melalui peran aktif ulama sebagai pewaris nabi.

Maka Ulama harus senantiasa ittiba' terhadap apa yang dilakukan oleh Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam dengan memiliki sifat fathonah yakni menyampaikan kepada umat apa yang Allah perintahkan melalui Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam dengan mampu menghadirkan hujjah yang benar berdasarkan Al Qur-an dan Hadits.


Pendapat Syara' Terhadap Sifat Fathonah Para Rosul

Syara' mewajib syar'ikan kepada setiap mukalaf (islam yang berakal dan baligh) untuk mengusahakan fathonah, tapi tidak wajib fathonahnya karena yang namanya fathonah itu idhtirori langsung dari Allah. Artinya yang diwajibkan itu usahanya untuk menyampaikan ilmu yang bernilai ibadah.

Karena para Rosul juga termasuk mukalaf, maka merekapun diwajibkan fathonah dan fathonah di para Rosul adalah haq bukan semata-mata untuk memenuhi hukum syari'at karena melalui ucapan dan perbuatan merekalah keluar produk hukum yang sumbernya langsung dari Allah.

Kemudian juga wajib mema'rifatkan sifat mustahil bagi para Rosul yaitu memiliki sifat ketuhanan, maka wajib bagi tiap-tiap mukalaf untuk mengenal para Rosul sebagai utusan Allah dengan tidak memposisikan mereka pada derajat ketuhanan.


Sifat Jaiz Bagi Para Rosul

Kemudian sifat jaiz yang haq bagi para Rosul 'alaihumush sholatu wasallam yaitu Al A'rodhu Basyariyah yang artinya sifat kemanusiaan yang tidak sampai merendahkan martabat mereka yang luhur, seperti makan, minum, sakit dan sebangsanya.

Adapun sifat-sifat kemanusiaan yang dapat merendahkan martabat mereka yang luhur adalah mustahil seperti pincang, gila dan sebagainya.

Dalil Aqli Sifat Jaiz Bagi Para Rosul

Dalil aqli bahwa para Rosul memiliki sifat jaiz adalah dengan terbuktinya para Rosul dan disaksikannya sifat kemanusiaan pada diri mereka.

Mereka yang hidup di zaman para Rosul bisa menyaksikan bahwa para Rosul pada dasarnya memiliki sifat yang sama seperti manusia pada umumnya, dengan terbukti, makan, minum, mempunyai keturunan dan sebagainya.

Adapun cerita tentang nabi Ayub 'alaihis salam yang dikatakan memiliki penyakit borok pada permukaan kulitnya adalah tidak sepenuhnya benar, karena penyakit yang diderita nabi Ayub 'alahis salam itu terjadi di bagian dalam kulit di luar tulang sehingga tidak terlihat oleh penglihatan manusia secara dhzohir dan tidak merendahkan martabat Beliau dengan keadaan tubuh yang cacat.


Pandangan Hukum Syara' Terhadap Sifat Jaiz Di Para Rosul

Hukum syara' mewajibkan kepada tiap-tiap mukalaf untuk mengetahui terhadap wajibnya bagi para Rosul memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Siapapun orang yang tidak mengenal (ma'rifat) terhadap sifat kemanusiaan di para Rosul, maka tidak syah imannya dan disiksa di neraka.

Sifat kemanusiaan di para Rosul ada yang sifatnya jabari, watak kemanusiaan yang merupakan hal yang bebas dari taklif untuk diri pribadinya. Artinya watak yang dimiliki oleh tiap-tiap Rosul itu sifatnya pribadi bukan diatur oleh hukum. 

Seperti nabi Musa yang memiliki watak pemarah ketika melihat kedhzoliman yang menimpa kaumnya yang dilakukan oleh tentara fir'aun sehingga menyebabkan tewasnya salah-satu tentara Fir'aun karena kekuatan nabi Musa 'alaihis salam, jadi tiap-tiap Rosul itu memiliki watak yang berbeda.

Kemudian selain yang bersifat jabari pada sisi kemanusiaan yang dimiliki oleh para Rosul, juga ada yang sifatnya taqorub yakni ibadah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan pada yang demikian ini hukumnya wajib bagi para Rosul meski yang dilakukan adalah perkara yang hukumnya mubah 'aridhi seperti makan dan minum.

Jadi perkara mubah yang dilakukan oleh para Rosul itu tidak kosong dari nilai ibadah yakni bukan leha-leha tanpa mengingat Allah dan ini wajib bagi mereka sedangkan bagi para pengikutnya mendapat nilai sunah ketika niatnya itiba' terhadap apa yang dikerjakan oleh para Rosul ketika melakukan perkara mubah seperti makan, minum dan sebagainya.

Wallahu a'lam bishowab.


Sumber: kitab Tijan Ad Darori.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Mengenal Sifat Wajib Bagi Para Rosul. Shidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah dan Sifat Jaiz"