Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Benda-benda Najis Pada Manusia dan Binatang

Benda-benda Najis Pada Manusia dan Binatang

Daftar Isi Artikel: Tampilkan
 
بسم الله الرّحمن الرّحيم

Pada posting sebelumnya disebutkan bahwa benda najis itu diantaranya adalah tinja dan air kencing yang menjadi sebab tidak syahnya solat seseorang jika salah-satu dari dua benda tersebut ada pada tubuh, pakaian dan tempat yang digunakan untuk sholat.

Kemudian Syekh Zainudin Al Malibari di dalam kitab Fathul Mu'in menyebutkan, bahwa benda najis berikutnya yang tidak boleh ada ketika sholat yaitu madzi.

Apa itu madzi?


Definisi Madzi

Madzi


Madzi adalah cairan yang berwarna putih bisa juga berwarna kekuning-kuningan yang encer yang keluar dari alat kelamin dengan kadar syahwat yang rendah pada seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.

Bedanya madzi dengan mani yaitu pada saat keluarnya madzi tidak disertai muncratan seperti mani yang ada perasaan ni'mat ketika mengeluarkannya sedangkan madzi biasa saja tanpa perasaan lemasnya badan saat keluar, mohon maaf meski alat kelamin pada pria dalam keadaan tegang.

Sama seperti halnya mani, madzi ini hanya keluar pada alat kelamin seseorang yang sudah baligh dan madzi ini hukumnya najis tapi tidak mewajibkan mandi meski membatalkan wudhu.


Dalil Najisnya Madzi

Adapun dalil bahwa madzi itu najis berdasarkan hadits Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam yang juga tertulis di dalam kitab Shohih Bukhori pada bab mencuci madzi dan berwudu yang disebabkan keluarnya madzi.

Di dalam hadits tersebut diriwayatkan oleh Sayidina Ali karomallahu wajhah yang berkata, bahwa beliau dulu adalah orang yang sering mengeluarkan madzi kemudian meminta seseorang untuk bertanya kepada Rosulullah, lalu oleh Rosulullah dijawab "Baginya wudhu dan mencuci kemaluannya."

Dari hadits ini maka keluarlah hukum wajib membasuh kemaluan orang mengeluarkan madzi dan membatalkan wudhu, karena jelas adanya perintah dari Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam untuk mencucinya.


Wadi

Kemudian benda najis berikutnya yang disebutkan oleh Mu'alif di dalam kitabnya adalah wadi yaitu cairan yang warnanya putih yang keruh yang kental yang mana keluarnya cairan tersebut pada umumnya sesudah kencing atau ketika melakukan pekerjaan yang berat yang menguras tenaga.

Sama seperti halnya madzi, maka wadi ini najis sehingga tidak syah sholat seseorang yang pada pakaiannya, tubuhnya atau tempat ia sholat ada wadinya.


Darah

Kemudian benda najis yang disebutkan oleh Mu'alif di dalam kitabnya yaitu darah. Maksud darah disini adalah darah yang mencair dan mengalir bukan darah yang menggumpal menyerupai daging seperti hati dan limpa.


Dalil Najisnya Darah

Darah yang najis ini adalah darah yang ada pada manusia, maupun yang ada pada binatang. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur-an surat Al An'am ayat 145:

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

“Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adalah Rijs (najis).”

Selain dalil yang dinukil dari nash Al Qur-an juga ada Hadits Nabi yang menyebutkan bahwa darah haid harus dicuci yang artinya darah tersebut adalah najis yang tidak boleh ada ketika sholat.

Lalu bagaimana dengan sisa darah yang masih menempel pada tulang atau daging, apakah najis?

Maka disebutkan oleh Mu'alif, bahwa apa-apa yang tersisa di atas seumpama tulang adalah najis, akan tetapi hukumnya najis yang dimaafkan yang artinya tidak menjadi masalah jika seandainya ada darah pada tulang atau daging dimakan padahal daging dan tulang tersebut sudah dicuci dan dimasak.

Adanya pengecualian bagi darah yang tersisa pada daging dan tulang karena sulitnya dibersihkan meski sudah dicuci sebelum dimasak dan agama tidak mempersulit pada hal yang demikian.

Kemudian, dari ayat di atas yang menyebutkan darah, oleh Ulama dimaknai dengan mentahsis bahwa tidak semua darah itu najis, kemudian pada darah ada pengecualian dengan tidak menghukuminya najis seperti hati dan limpa karena hati maupun limpa adalah termasuk darah yang menggumpal yang memang Allah ciptakan seperti itu dari proses dibentuknya bayi di dalam rahim seorang ibu, bukan darah yang menggumpal dari hasil dikumpulkan oleh seseorang kemudian menjadi marus.

Kemudian selain hati dan limpa, darah yang tidak najis yaitu misik, minyak yang dipakai orang ketika mau sholat. Meski berasal dari darah menjangan, tapi misik adalah kuasa Allah bukan ciptaan manusia, maka halal dipakai sebagai wewangian meski ia diambil dari menjangan yang sudah mati.

Kemudian darah yang tidak najis adalah gumpalan darah dan gumpalan daging pada rahim yakni calon bayi jika seumpamanya keluar yang disebut keguguran atau karena aborsi yang dilarang oleh agama, maka darah itu tidak najis karena pada keduanya berasal dari sperma dan Allah yang membentuknya.

Kemudian darah yang tidak najis selanjutnya yaitu susu karena susu terbentuk atas kuasa Allah meski pada dasarnya adalah darah tapi tidak najis, maka boleh dikonsumsi susu seorang ibu oleh bayi dan susu binatang ternak seperti kambing dan sapi yang susunya juga boleh dikonsumsi.

Kemudian darah yang halal yang tidak najis yaitu telur yang Allah bentuk di dalam tubuh binatang meski dari darah tapi tidak haram dikonsumsi setelah keluar jadi telur asal telur tersebut tidak busuk.


Nanah

Benda najis selanjutnya selain darah yaitu nanah yang merupakan sel darah putih yang ada di dalam tubuh yang terinfeksi yang berwarna putih kecoklatan atau kekuning-kuningan atau bisa berubah hijau yang tumbuh pada permukaan kulit, ketika nanah ini pecah, maka jadi benda najis yang tidak boleh ada ketika sholat.


Danur

Selain nanah juga ada danur yang disebutkan mualif di dalam kitabnya yaitu cairan yang encer yang bercampur akan cairan itu oleh darah dan danur ini darah yang keluar dari mayat yang juga najis bila mengenai pakaian ketika sholat.

Kemudian cairan koreng dan luka dan lepuhan pada kulit yang terkena air panas atau minyak adalah benda najis jika berubah, jika tidak berubah maka cairan yang disebutkan tadi itu suci.


Muntahan

Kemudian benda najis yang selanjutnya yang menjadi sebab tidak syahnnya sholat yaitu muntahan dari perut besar dan meskipun tidak berubah oleh muntahan-muntahan itu.


Definisi Muntahan

Berbicara tentang muntahan maka ada definisi spesifik dalam fiqih tentang muntahan yang dianggap najis, lalu muntahan yang seperti apa yang dianggap najis di dalam fiqih?

Dikatakan oleh Mu'alif, bahwa yang namanya muntahan yaitu sesuatu yang kembali lagi dari mulut sesudah sampai ke perut besar walaupun ia itu cairan. Jadi sesuatu yang tertelan dan masuk ke lambung kemudian kembali lagi ke mulut adalah muntahan menurut fiqih.

Juga disebutkan bahwa sesuatu yang kembali ke mulut sebelum sampai ke perut besar dengan yakin sebelum sampainya atau ragu-ragu, maka tidak ada oleh sesuatu yang kembali itu yaitu hukumnya najis tidak pula mutanajis.

Jadi, seperti halnya orang yang tersedak makanan atau sesuatu selain makanan kemudian benda tersebut berhasil dikeluarkan sebelum sampai ke perut besar, maka benda tersebut bukan najis bukan pula mutanajis, tapi suci menurut pandangan fiqih, meski orang tersebut ragu apakah benda tersebut sudah masuk perut besar apa belum.

Berbeda pendapat dengan Imam Qofal, bahwa sesuatu yang masuk ke kerongkongan meski belum sampai ke perut besar kemudian termuntahkan, maka hukumnya najis.

Kemudiam menurut fatwa Ibnu Hajar Al Haitami yakni gurunya Syekh Zainudin Al Malibari, bahwa sesungguhnya anak kecil itu apabila termusibahi ia dengan bertubi-tubinya muntah, maka dimaafkan dari puting susu ibunya yang masuk pada mulut bayi tersebut dan tidak najis bagi yang menyentuh muntahan tersebut.

Jadi, muntahan pada bayi itu tidak najis menurut fatwanya Imam Ibnu Hajar Al Haitami, baik yang disentuh maupun sisa yang menempel pada puting susu ibunya saat masuk ke mulut bayi tersebut ketika kembali menyusui.

Air Empedu

Kemudian benda yang termasuk najis selanjutnya yaitu air dalam empedu, sedangkan bagian kulit luar yang membungkus air empedu itu tidak najis selama tidak pecah.


Susu Binatang yang Tidak Boleh Dimakan Dagingnya

Kemudian susu binatang yang dagingnya tidak boleh dimakan adalah termasuk benda najis dan tidak boleh diminum, kecuali susu dari binatang yang daginggnya boleh dimakan seperti susu sapi, susu kambing dan susu kuda, sedangkan susu pada manusia tetap suci dan halal dikonsumsi bayi meski daging manusia haram dimakan.


Mani Bukan Benda Najis

Adapun mani, maka ia itu hukumnya suci. Mani yang dianggap suci oleh syara' yaitu mani yang keluar dari tubuh manusia dan binatang yang dimuliakan bukan binatang yang dianggap najis oleh hukum syara' seperti anjing dan babi.


Dalil Bahwa Manusia Makhluq yang Dimuliakan

Adapun dalil bahwa manusia adalah makkluq yang dimuliakan yaitu berdasarkan Al Qur-an surat Al Isro' ayat 70:

وَلَـقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِىۡۤ اٰدَمَ وَحَمَلۡنٰهُمۡ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنٰهُمۡ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلۡنٰهُمۡ عَلٰى كَثِيۡرٍ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيۡلًا

"Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna."


Dalil Bahwa Mani Itu Suci

Adapun dalil yang menyebutkan bahwa mani itu suci yaitu hadits yang diriwayatkan Al Aswad bin Yazid beliau mendengar dari Aisyah rodhiyallahu 'anha yang mengatakan:

“Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sholat dengan pakaian itu.”

Menurut Imam syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal, bahwa mani itu suci berdasarkan hadits di atas yang mana Sayidatu Aisyah rodhiyallahu 'anha hanya mengerik mani yang mengering pada pakaian Rosulullah, bila mani tersebut najis maka tentu akan dicuci karena najis takan hilang dengan dikerik, kemudian Rosulullah tidak mengganti pakaiannya tersebut ketika hendak sholat.

Jadi, dalam madzhab syafi'i bahwa segala sesuatu yang keluar dari lubang kemaluan itu najis kecuali mani, karena mani asal dari terbentuknya manusia di dalam rahim dan manusia itu asalnya suci dan dimuliakan menurut pandangan agama, namun berbeda pendapat bagi imam Malik.

Hadits ke dua yang menjadi sumber diambilnya hukum tentang mani yaitu hadits riwayat Daruquthni yang juga diriwayatkan oleh Aisyah rodhiyallahu 'anha yang menyebutkan bahwa :

“Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ia kering, dan mencucinya (membasuhnya) jika ia basah.”


Menurut Imam Malik Mani Itu Najis

Menurut Imam Malik mani itu najis berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni di atas yang menjelaskan bahwa Sayidatu Aisyah rodhiyallahu 'anha mencuci mani yang masih basah dan mengeriknya bila kering.

Disamping menggunakan dalil naqli, Imam Malik juga menggunakan dalil aqli, bahwa mani itu keluar melalui saluran kencing yang mana kencing itu najis, maka berarti mani pun najis.

Namun menurut Ulama yang mengambil sumber dari hadits riwayat Al Aswad bin Yazid, termasuk Imam Syafi'i. Berpendapat bahwa bersentuhnya mani dengan air kencing di dalam tubuh itu tidak menyebabkan mani itu najis, beda halnya bila bersentuhan di luar tubuh.

Antara hadits yang pertama dan hadits yang kedua tidak ada pertentangan dan dapat difahami secara bersamaan, bahwa mencuci mani tidak berarti mani itu najis tapi untuk kebersihan semata sedangkan mengerik mani yang sudah kering dianggap sudah cukup untuk membersihkannya.

Dari perbedaan pendapat Ulama diatas keduanya tidak ada yang menyalahkan. Adapun soal beda pendapat bukan soal mencari pembenaran atau menyalahkan sebuah pendapat, tapi keduanya memunculkan alasan atas hukum yang mereka ambil yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiyah, maka sebagai orang awam kita tinggal mengikuti salah-satu dari kedua pendapat di atas.


Reak atau Lendir Bukan Benda Najis

Kemudian, selain mani yang dihukumi suci dalam madzhab Syafi'i juga ada reak atau lendir yakni lendir yang keluar selain dari perut besar, tapi lendir yang keluar dari kepala atau dada.

Cairan kental atau lendir atau ingus bila keluar melalui hidung, jangan dikira karena disebabkan oleh flu karena pada kasus lain ada orang yang mengeluarkan lendir dari hidung yang dianggap ingus, tapi setelah diperiksa oleh medis ternyata disebabkan karena bocornya otak.

Dilansir dari website liputan 6 edsi 14 Desember 2012 tentang Bocornya Otak. Menurut beberapa ahli, bocornya otak biasanya sering terjadi pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan. Yang umumnya memiliki tekanan kranial yang tingi. Kadang-kadang sebuah kecelakaan mobil yang memunculkan trauma pun dapat mengeluarkan cairan serupa.

Disebutkannya lendir yang keluar berasal dari kepala di dalam kitab fathul mu'in karena memang kasus yang seperti ini ada seperti yang telah dijelaskan di atas, meski jarang terjadi dan lendir yang keluar tersebut bukanlah najis, termasuk ingus dan dahak.


Air Liur Bukan Benda Najis

Benda yang dianggap tidak najis yang selanjutnya yaitu cairan yang mengalir dari mulut orang yang tidur atau biasa kita sebut iler, meskipun bau atau kuning warnanya selama tidak terbukti bahwasanya cairan itu berasal dari perut besar


Air Liur yang Terus-menerus Menetes Bukan Benda Najis

Kemudian juga disebutkan bahwa air liur yang menetes dengan terus-menerus pada mulut seseorang yang dalam kondisi mengalami kelainan fungsi tubuh dikatakan tidak najis meski seandainya air liur itu berasal dari perut besar, maka hanya dihukumi najis yang dimaafkan, meskipun banyak.

Penutup

Jadi, benda-benda yang termasuk najis adalah madzi, wadi, darah kecuali darah yang dimaafkan, nanah, danur yang tidak boleh ada ketika sholat, sedangkan luka dan koreng jika tidak berubah seperti bau busuk, maka tidak termasuk benda najis.

Kemudian muntahan, air empedu dan susu dari binatang yang dagingnya haram untuk dimakan adalah najis, sedangkan mani, lendir dan air liur itu tidak najis dalam madzhab Syafi'i.

Wallahu a'lam bishowab.

Sumber: Kitab Fathul Mu'in.

Open Comments

Posting Komentar untuk "Benda-benda Najis Pada Manusia dan Binatang"