Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Hukum Air Bekas Jilatan Kucing dan Macam-macam Najis yang Dimaafkan

Hukum Air Bekas Jilatan Kucing dan Macam-macam Najis yang Dimaafkan

Daftar Isi Artikel: Tampilkan

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Masih membahas seputar najis yang mana pada artikel sebelumnya sudah kami sampaikan tentang hukum benda cair yang keluar pada area wasir, telur, bulu dan tulang dari bangkai.

Maka pada artikel kami kali ini akan menyampaikan hukum boleh tidaknya minum dari air bekas jilatan kucing dan hukum berwudhu dari air bekas jilatan kucing pada air yang sedikit, karena untuk air yang banyak sudah tidak diragukan lagi soal najis atau tidaknya selama tak berubah rasa, warna dan baunya.

Hukum air bekas jilatan kucing


Apakah air bekas jilatan kucing itu najis?

Telah berkata Mu'alif yakni syekh Zainudin Al Malibari di dalam kitab Fathul Mu'innya, bahwan tiap-tiap hewan atau makhluk hidup yang suci, maka sisanya (bekasnya) itu hukumnya suci.

Sehingga jika ada hewan yang dikategorikan suci menurut syari'at kemudian hewan tersebut menjilati air, maka sisa air bekas jilatan hewan tersebut hukumnya suci dalam artian halal diminum jika misalnya yang diminumnya itu adalah air untuk kita minum.

Jadi, air bekas jilatan kucing itu tidak najis karena kucing adalah hewan yang dimuliakan menurut syari'at, meski dagingnya haram dimakan, meski ada sebagian ulama yang mengharamkan minum bekas jilatan kucing karena dianggap najis, namun dalam hal ini mu'alif berpendapat di dalam kitabnya tidak najis mengikuti kaul yang shohih.


Dalil Sucinya Air Bekas Jilatan Kucing

Di dalam kitab sunnannya Imam Abu Daud juga disebutkan oleh Imam At Tirmizy, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad menyebutkan bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجِسٍ إَنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ

"Sesungguhnya kucing itu tidak najis sebab kucing itu termasuk yang berkeliaran di tengah-tengah kita."


Apakah air yang diminum seseorang itu najis jika diminum oleh orang lain?

Tak hanya bekas jilatan hewan yang disucikan menurut syariat, tapi juga bekas minumnya manusia juga hukumnya suci yang artinya boleh diminum oleh oranglain, meski orang yang pertama meminumnya itu adalah orang kafir atau bekas minumnya wanita yang sedang haid.


Dalil Dibolehkannya Meminum Air Bekas Diminum Oleh Orang Lain 

Mmenurut Imam Ahmad di dalam kitabnya yang diriwayatkan oleh Sayidatu 'Aisyah rodiyallohu 'anha, bahwa:

إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليؤتى بالإناء فأشرب منه وأنا حائض ثم يأخذه فيضع فاه على موضع في...

“Terkadang Rasulullah SAW disuguhkan sebuah wadah (air) kepadanya, kemudian aku minum dari wadah itu sedangkan aku dalam keadaan haid. Lantas Rasulullah SAW mengambil wadah tersebut dan meletakkan mulutnya di bekas tempat minumku...”


Lalu bagaimana hukumnya berwudhu dari air bekas jilatan kucing?

Jika ada hewan yakni hewan yang dianggap suci menurut syari'at, kemudian hewan tersebut menjilat air yang dipakai untuk berwudhu, maka harus ditafshil (diperinci) terlebih dahulu sebelum mengambil hukum suci atau tidaknya air tersebut.

Maka mu'alif berkata di dalam kitabnya, bahwa najis tidaknya air yang dijilat oleh binatang yang suci, dalam hal ini kami mengambil contoh kucing, maka harus dilihat dulu apakah kucing tersebut masih disitu dengan tidak beranjak ke mana-mana dari tempat ia makan benda najis seperti tikus, atau apakah kucing tersebut pergi dari tempat dimana ia memakan tikus tersebut.

Maka jika kucing tersebut terlihat pergi dari tempat ia memakan tikus itu kemudian kembali sesudah menghilang dan menjilati air yang sedikit yang akan kita gunakan untuk berwudhu, maka air tersebut suci karena kata mu'alif adanya kemungkinan oleh hewan pada waktu menghilang ia telah mensucikan mulutnya walaupun hewan yang menjilati air tersebut adalah kucing.

Kemudian jika kucing tersebut tidak beranjak dan tidak terlihat menghilang dari tempat ia memakan tikus kemudian menjilati air yang sedikit yang akan kita gunakan untuk berwudhu, maka air tersebut adalah najis karena tidak adanya kemungkinan najis di mulut kucing itu bersih jika ia tidak terlihat pergi dan menghilang sebelum menjilati air yang sedikit itu.

Lain halnya dengan air yang banyak yakni air yang lebih dari dua kulah atau pada air yang mengalir seperti air sungai, maka tak ada keraguan apakah air itu mutanajis atau suci. Itulah sebab air yang banyak itu lebih utama daripada air yang sedikit yang rentan jadi air mutanajis dan air yang musta'mal.


Najis yang Dimaafkan

Kemudian di dalam kitabnya, mu'alif menukil beberapa keterangan dari Ulama muta-akhirin tentang najis yang dimaafkan, salah-satunya yaitu rambut yang termasuk najis yang dimaafkan ketika jatuh di air yang sedikit yakni air yang kurang dari dua kulah.


Helaian Rambut

Telah berkata Ibnu Hajar Al Haitami di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj sama seperti Imam Jalaludin As Suyuti karena mengikut sebagian ulama muta-akhirin sesungguhnya dimaafkan dari yang sedikit pada adat dari rambut yang najis dari selain najis mugholadhzoh dan dimaafkan daripada sebab najis.

Artinya jika ada air yang sedikit yakni kurang dari dua kulah kemudian terkena sehelai rambut, maka air tersebut najis akan tetapi najis yang dimaafkan. Artinya air tersebut boleh dipakai wudhu dengan ketentuan yang sudah diatur di dalam fiqih.

Najis yang dimaafkan bukan merubah status hukum yang najis menjadi suci akan tetapi pengecualian dan keringanan yang diberikan oleh agama sehingga dibolehkannya air atau benda yang terkena najis tersebut untuk digunakan berwudhu atau sholat.

Alasan dimaafkannya najis dari rambut yang mengenai air untuk berwudhu adalah karena sulitnya menjaga agar air bebas dari najis seperti rambut, begitupun dalam sholat. Terurama bagi mereka yang memiliki binatang peliharaan seperti kucing.

Namun, jika rambut tersebut berasal dari hewan yang dihukumi memiliki najis yang berat seperti babi dan anjing kemudian mengenai air yang sedikit, maka air tersebut hukumnya najis yang tidak dimaafkan, dalam artian haram untuk dipakai wudhu.

Begitupun juga di dalam sholat jika ada sehelai rambut menempel di tubuh atau pada pakaian, maka hukumnya najis, akan tetapi najis yang dima'afkan yang artinya syah sholatnya, terkecuali bulu anjing dan bulu babi.

Berbeda dengan bangkai binatang seperti yang sudah kami sampaikan pada artikel sebelumnya, jika terbawa sholat maka tidak syah sholatnya meski bangkai tersebut adalah semut, maka harus diperhatikan betul sebelum kita sholat agar tubuh dan pakaian kita aman dari bangkai, meski dalam bab air bangkai dari binatang yang tidak mengeluarkan darah itu tidak membuat air jadi najis.


Asap

Kemudian najis yang dimaafkan selanjutnya adalah asap dari hasil pembakaran benda najis seperti bangkai atau kotoran binatang yang ikut terbakar kemudian asapnya kemana-mana hingga mengenai baju kita yang akan dipakai untuk sholat, maka baju yang kita pakai itu najis tapi najis yang dimaafkan yang artinya boleh dipakai untuk sholat.


Najis di Kaki Lalat

Najis yang dimaafkan yang selanjutnya adalah kotoran yang ada pada kaki lalat yang hinggap di tubuh kita ketika sholat, maka pakaian kita yang dihinggapi lalat tersebut adalah najis tapi najis yang dimaafkan, artinya sholat kita tetap syah meski pakaian kita ada najisnya yang dibawa oleh lalat.

Begitupun ketika lalat tersebut hinggap pada makanan, maka boleh makanan itu kita makan karena najis yang ada pada kaki lalat selain tidak terlihat oleh mata secara normal juga karena sulitnya menjaga agar lalat tidak hinggap pada makanan, maka makanan tersebut halal dimakan meski terlihat oleh tajamnya mata akan najis dari tinja yang menempel di kaki lalat tersebut.

Berbicara soal lalat, kami teringat akan satu hikayat tentang Imam Syafi'i yang ditanya, "Apa maksud Allah menciptakan lalat wahai syekh?"

Dijawab oleh Imam Syafi'i bahwa diciptakannya lalat oleh Allah adalah bukti manusia itu hina ketika lalat tersebut hinggap di atas hidung kita karena sesungguhnya manusia itu hina dan rendah di hadapan Allah.

Senada dengan firman Allah yang menjawab pertanyaan kaum kafirin kenapa Allah menyebut-nyebut binatang yang rendah seperti nyamuk dan lalat sebagai perumpamaan di dalam ayat Al Qur-an.

إِنَّ اللَّهَ لا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلا الْفَاسِقِينَ

“Sesungguhnya Allah tidak malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik” (QS Al-Baqarah: 26).

Jadi, apa yang Allah ciptakan sesungguhnya tidak sepi daripada hikmah dan Allah lebih tahu, maka jangan pernah kita bersu'udhzon kenapa Allah begini, kenapa Allah begitu?

Jangan sampai kita seperti umatnya nabi Musa 'alaihis salam yakni bangsa Yahudi bani Isro'il yang merupakan keturunan nabi Ya'kub 'alaihis Salam yang mengingkari Muhamad sholallahu 'alaihi wasallam sebagai nabi terakhir.

Bani Isro'il terlalu banyak protes dan banyak tanya ketika Allah perintahkan mereka melalui nabi Musa untuk menyembelih sapi yang dijelaskan di dalam Al qur-an surat Al Baqoroh. Karena banyaknya pertanyaan sehingga memberatkan perintah dan karena dirasa berat perintah dari Allah, hampir-hampir mereka tidak melaksanakannya.


Lubang Duburnya Burung

Seperti yang kita tahu bahwa burung itu tidak beristinja (cebok) seperti manusia setelah dia mengeluarkan kotoran dari duburnya, lalu bagaimana jika ada burung, kita ambil contoh burung merpati, mandi pada ember berisi air yang akan digunakan sebagai air wudhu yang mana duburnya itu mengenai air?

Maka air tersebut najis tapi najis yang dimaafkan artinya air tersebut boleh digunakan untuk berwudhu. Kecuali duburnya manusia, maka jika ada orang berendam di air sedikit sedangkan orang tersebut belum beristinja sehabis buang air, maka air tersebut termasuk najis yang tidak dimaafkan.

Selain dubur yang najis pada burung juga termasuk paruhnya jika misalnya ada najis pada paruh burung tersebut kemudian minum di air yang sedikit yang kurang dari dua kulah, maka air tersebut najis tapi najis yang dimaafkan artinya air tersebut boleh dipakai buat wudhu.


Kotoran Burung

Najis yang dimaafkan pada kotoran burung bukanlah pada air tapi pada sholat, seperti sholatnya seseorang di tempat yang ada kotoran burungnya seperti banyaknya kotoran burung di atap atau di lantai, maka najis tersebut dimaafkan dan syah sholatnya.

Dimaafkannya kotoran burung ketika kita sholat memiliki beberapa catatan yang harus diperhatikan diantaranya yaitu:

  1. Sulit menjaga agar tidak ada kotoran burung karena memang tempat kita sholat selalu di datangi burung dan buang hajat di situ.
  2. Tidak sengaja menginjak najis kotoran burung saking banyaknya dan tanpa hajat, seperti sengaja sholat di tempat yang banyak kotoran burungnya sedangkan di sebelahnya masih ada tempat yang kosong yang tidak ada kotoran burungnya.
  3. Tidak menginjak kotorannya dengan keadaan kaki basah dan tidak menginjak kotoran yang masih basah meskipun kaki kita kering.


Kotoran Dari Hewan yang Hidupnya di Air

Najis yang dimaafkan yang selanjutnya yaitu kotoran ikan, lintah dan sejenisnya yang hidupnya di air, namun untuk hewan yang hidup di air ini dimaafkan najisnya hanya bila pada air yang lebih dari dua kulah karena pada tempat yang volume airnya lebih dari dua kulah bukan untuk main-main tapi karena adanya hajat seperti untuk tujuan agar ikan di dalam kolam tersebut memakan jentik-jentik selain itu air yang lebih dua kulah itu aman terkena najis selama tidak berubah bau, rasa dan warnanya.

Lain halnya dengan ikan yang sengaja kita taruh di dalam aquarium, maka airnya itu tetap najis dan tidak dimaafkan jika terkena kotorannya, karena pada aquarium termasuk perkara yang dianggap untuk tujuan hiburan atau senang-senang.

Di dalam kitab Hasiyah An Nihayah disebutkan bahwa termasuk main-main sehingga tidak dimaafkan yaitu ikan yang ditaruh di dalam kolam untuk tujuan senang-senang (hiburan), maka dalam hal ini ikan di aquarium juga termasuk.


Kotoran Binatang yang Menempel di Daun

Najis yang dimaafkan yang selanjutnya adalah ulat yang biasanya terbungkus benda putih mirip kapas yang berasal dari duburnya yang biasanya menempel pada daun seperti daun kelapa atau sejenisnya yang biasa digunakan sebagai atap rumah.

Maka jika turun hujan kemudian mengenai ulat tersebut beserta benda putih mirip kapas tersebut, maka ketika air hujan yang mengenai najis tersebut jatuh mengenai tubuh kita adalah termasuk najis yang dimaafkan.


Kotoran Tikus di Dalam Kolam

Najis yang dimaafkan selanjutnya adalah kotoran tikus di dalam kolam yang kering kemudian ditimpa hujan, jika sekiranya sulit untuk menjaga termusibahinya kolam tersebut karena banyaknya tikus dan kotorannya yang merata di mana-mana.

Pendapat ini menurut satu golongan ulama adalah najis yang dimaafkan dan diperkuat oleh Imam Fazari. Kemudian syarat dimaafkannya najis pada air yang sudah di jelaskan dari awal sampai akhir yaitu tidak berubah baik bau, rasa maupun warnanya.

Sebagaimana telah disebutkan di dalam kitab Sunnannya Ibnu Majah, Abu Umamah Al Bahili berkata bahwa Rosulullah sholallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

إنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَلِلْبَيْهَقِيِّ الْمَاءُ طَهُورٌ إلَّا إنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ

"Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau warnanya."

Hadits tersebut dianggap dho'if oleh Imam Ibnu Hatim, akan tetapi kandungan hadits tersebut diakui oleh ijma' ulama bahwa dengan berubahnya bau, rasa atau warna menjadi sebab najisnya air dan dinukil oleh banyak ulama ahli fiqih.


Penutup

Dengan demikian selesailah pembahasan tentang macam-macam najis yang dimaafkan pada air dan pada sholat menurut ulama madzhab syafi'i menurut keterangan syekh Zainudin Al Malibari di dalam kitabnya Fathul Mu'in dengan mengambil referensi dari berbagai kitab salah-satunya yaitu dari gurunya yakni syekh Ibnu Hajar Al Haitami.

Wallahu a'lam bishowab.


Sumber: kitab Fathul Mu'in.



Open Comments

Posting Komentar untuk "Hukum Air Bekas Jilatan Kucing dan Macam-macam Najis yang Dimaafkan"